BAB
I
LATAR
BELAKANG
Perbankan merupakan lembaga yang rentan atau berdekatan dengan risiko,
khususnya risiko yang berkaitan dengan uang (money). Posisi perbankan
sebagai mediasi yaitu pihak yang menghubungkan mereka dengan surplus dan
deficit financial telah menempatkan perbankan harus selalu menjaga hubungan
baik dengan kedua pihak tersebut. Keputusan perbankan harus bersifat moderat
yaitu mempertimbangkan keinginan kedua pihak tersebut karena tanpa kedua pihak
tersebut perbankan tidak bisa menjalankan aktivitas secara maksimal. Dalam
artian jika perbankan memiliki tingkat likuditas yang tinggo karena ia memiliki
financial yang begitu surplus ia juga dianggap tidak baik, karena ia
menjalankan fungsinya sebagai agent of development.
Jika bisnis yang dijalankan itu menyangkut produksi dan pemasaran barang
maka berarti risiko tersebut adalah menyangkut risiko yang akan dialami oleh
barang yang diproduksi dan dijual tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DefenisiRisiko Perbankan
Risiko perbankan adalah risiko yang dialami oleh sector bisnis perbankan
sebagai bentuk dari berbagai keputusan yang dilakukan dalam berbagai bidang,
seperti keputusan penyaluran kredit, penerbitan kartu kredit, valuta asing,
inkaso, dan berbagai bentuk keputusan financial lainnya, dimana itu telah
menimbulkan kerugian bagi perbankan tersebut, dan kerugian terbesar adalah
dalam bentuk financial.
Risikoperbankan adalah berfokus pada masalah financial karena bisnis
perbankan adalah bisnis yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank menyediakan
fasilitas yang mampu memberikan kemudahan kepada public sebagai nasabahnya
untuk memperlancar segala urusan-urusan yang menyangkut dengan masalah
keuangan.
Karena fungsinya sebagai mediasi, bank harus mampu menyediakan atau memberikan
kemudahan itu, seperti keamanan simpanan, kemudahan menarik kembali dana dalam
jumlah yang disesuaikan, kemudahan dalam urusan mencairkan kredit termasuk
rendahnya biaya administrasi yang ditanggung, suku bunga kredit yang rendah dan
diperhitungkan yang dilakukan secara cepat dan akurat.
B. Bank Devisa dan Bank
Non Devisa
Dari
segi kemampuannya melakukan transaksi internasional dan transaksi valas, bank
swasta nasional dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu :
a.
Bank devisa, adalah bank yang dapat mengadakan transaksi internasional
seperti ekspor dan impor, jual beli valas, dan segala aktivitas lainnya
yang sejenis. Contohnya bank
b. Bank Non-Devisa,
adalah bank yang dalam aktivitasnya tidak dapat mengadakan transaksi
internasional, namun bank tersebut bisa mengubah statusnya menjadi bank devisa
asal ia memenuhi beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhinya.
contohnya Bank Artha Graha.
Dengan
begitu risiko yang dialami oleh Bank Devisa lebih kompleks dibandingkan dengan
apa yang dialam oleh bank non-devisa, apalagi jika ini ditinjau dari segi penggunaan
kredit dalam mata uang asing.
Pada saat pemerintah
melihat suatu perbankan bermasalah maka secara umum ada tiga tindakan yang
diambil, yaitu :
a.
Pembinaan
Pada kondisi ini
pemerintah sifatnya akan masih menganggap bank tersebut membutuhkan pembinaan
atau advise saja baik avise (nasihat) pada sisi keuangan maupun non-keuangan
guna menstabilkan kembali posisinya kearah yang diharapkan
b. Tindak lanjut Pengawasan Bank
Pada kondisi ini Bank
Indonesia bertugas untuk melakukan pemantauan secara intensif terhadap setiap
kebijakan dari bank tersebut dan bagaimana ia menyelesaikan berbagai
permasalahannya serta sesuatu yang menyangkut kemampuannya menciptakan
likuiditas kemampuanna memenuhi CAR (capital adequency ratio) sesuai
yang ditetapkan oleh BI dll.
c.
Likuiditas Bank
Pada posisi ini Bank
Indonesia telah merundikan secara mendalam bersama pemerintah untuk melakukan
kebijakan melikuiditasi atau menghentikan aktivitas bank tersebut.
Bank Indonesia sebagai “The Last of Resort” berkewajiban penuh
untuk menjaga dan melindungi perbankan dalam negeri dari berbagai risiko yang
timbul. Dalam hal ini ada 4 (empat) risiko yang perbankan yang ditetapkan atau
diisyaratkan oleh Bank Indonesia untuk di-manage (dikelola) yaitu
:
a. Risiko Kredit
Risiko kredit
merupakan risiko yang disebabkan oleh ketidak-mampuan para debitur dalam
memenuhi kewajibannya sebagaimana yang perlu dipersyaratkan oleh pihak
kreditur.
Risiko pasar merupakan risiko yang disebabkan karena adanya
pergerakan pasar dari kondisi normal ke kondisi di luar prediksi atau yang
tidak normal sehingga kondisi tersebut menyebabkan pihak perbankan mengalami
kerugian. Risiko pasar secara umum disebabkan karena dua hal :
a)
Risiko nilai tukar adalah risiko yang disebabkan karena perubahan nilai tular
mata uang asing di pasaran internasional sehingga perubahan ini mempengaruhi
kepada kondisi yang tidak pasti pada nilai perusahaan. Seperti perubahan pada
nilai tukar mata uang dollar Amerika.
b) Risiko
tingkat bunga adalah risiko yang disebabkan karena berubahnya tingkat suku
bunga (interest rate) yang menyebabkan suatu perusahaan menghadapi dua
tipe risiko selanjutnya yaitu 1) risiko perubahan pendapatan, dimana perubahan
itu menyebabkan berubahnya atau berkrangnya nilai dari yang diharapkan, 2)
risiko perubahan nilai pasar yaitu terjadinya penurunan nilainya atau menjadi
lebih kecil dari yang semula
c. Risiko Operasional
Risiko operasional merupakan risiko yang timbul karena faktor internal
bank sendiri yaitu seperti kesalahan pada system computer, human error, dan
lainnya sehingga kejadian seperti itu telah menyebabkan timbulnya masalah pada
bank itu sendiri.
d. Risiko
Likuditas
Risiko likuditas
merupakan risiko yang dialami oleh pihak perbankan karena ketidakmampuannya
memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dari
keempat risiko tersebut hasil riset menyebutkan bahwa risiko yang terbesar yang
dialami oleh pihak perbankan adalah risiko kredit.
Dalam upaya untuk mengendalikan risiko kredit, sering bank menetapkan
sejumlah kondisi yang berkaitan dengan kredit, seperti penetapan pada pinjaman
kredit untuk yang bersifat jangka panjang (long term loan), sebab dengan
memberikan pinjaman jangka panjang, bank menghadapi ketidakpastian yang lebih
besar. Disamping itu juga likuiditas bank akan terpengaruh lebih besar dengan
memberikan pinjaman jangka panjang.
Penetapan kondisi seperti ini juga berlaku pada pinjaman jangka pendek, ini
semua terakumulasi pada tahap awal dimana bank memberikan sejumlah kondisi
tertentu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh debitur sebelum pencairan
kredit (loan disbursement) dilaksanakan.
Jadi disini perbankan berusaha maksimal untuk mengendalikan kredit yang
disalurkan atau diterima oleh dibitur untuk dipergunakan dan dilaksanakan
sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani. Ini terlihat misalnya dalam
bentuk pembeian kredit yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan prestasi
pekerjaan yang dilaksanakan.
Sebuah kebijakan yang akan lahir nantinya adalah dengan membentuk biro
mediasi perbankan yang bertugas untuk menyelesaikan perselisihan bank dan nasabah.
Maka dengan dibentuknya biro mediasi nantinya diharapkan akan dapat memperkecil
biaya-biaya dalam menangani masalah antara bank dan nasabah.
Salah satu yang harus dibuat oleh pihak perbankan adalah dengan membuat standar
minimum pemberian informasi terhadap produk yang ditawarkan oleh perbankan
ke nasabah, sehingga ada kejelasan yang lebh jelas diperoleh oleh nasabah
tentunya.
E. Pengawasan Perbankan
sebagai Bagian Menghindari Risiko
Dalam
usaha untuk selalu menciptakan kondisi perbankan yang baik dan tegas serta
menerapkan prinsip-prinsio GCG (Good Corporate Govermence/Tata kelola
Perusahaan yang Baik) maka lembaga perbankan harus selalu diawasi dengan
saksama. Secara umum pengawasan pada lembaga perbankan ada 2 yaitu :
a.
Pengawasan yang
dilakukan oleh internal perbankan
Pengawasan internal
dilakukan oleh Direktur Kpatuhan, Satuan Kerja Audit Intern, dan system
pengawasan melekat
b.
Pengawasan yang
dilakukan oleh eksternal perbanka
Pengawasan yang
dilakukan oleh pihak eksternal perbankan adalah pengawasan yang dilakukan oleh
pihak bank sentral. Disini setiap lembaga perbankan berkewajiban untuk
memberikan laporan keuangan (financial statement) dalam bentuk
tertulis dan itu bersifat berkala.
Untuk
menciptakan suatu tatanan dunia perbankan yang lebih baik maka dalam pengawasan
yang telah dilakukan tersebut harus pula diikuti oleh tindakan pemeriksaan yang
baik. Secara umum ada dua bentuk pemeriksaan, yaitu :
a)
Pemeriksaan umum
Pengawasan langsung
(pemeriksaan umum) dilakukan oleh pemeriksaan terhadap semua aspek bank yakni
keadaan keuangan, kegiatan usaha, manajemen dan kepatuhan bank terhadap
ketentuan yang berlaku serta sejauhmana bank mengelola risiko yang ada. Hasil
pemeriksaan umum ini nantinya akan disampaikan kepada pihak bank sentral (BI)
b)
Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus
adalah pemeriksaan terhadap aspek-aspek tertentu dari bank baik yang terkait
dengan pos neraca, system pengelolaan, kepatuhan terhadap ketentuan (misalnya
Kecukupan Modal/CAR, PBI KYC), maupun terhadap penyimpangan yang terjadi di
bank.
F. Antisipasi Perbankan
dalam Menghadapi Tindak Pidana Perbankan
Ada beberapa langkah
strategis yang dapat dilakukan oleh bank dalam upaya mengantisipasi terjadinya
tindak pidana di bidang perbankan antara lain :
a)
General Awareness
Seluruh pegawai bank
harus mempunyai kesadaran tentang kemungkinan terjadinya kejahatan berikut
implikasinya serta memiliki pengetahuan tentang bagaimana hal tersebut dapat
terjadi.
b)
Good understanding
Pemahaman tentang
perlunya pedoman standar pengawasan dan pengaman terhadap kemungkinan
terjadinya kejahatan dalam operasional perbankan
c)
Risko assessment
Mencantumkan
kemungkinan terjadinya kejahatan pada penilaian risiko bisnis (fraud risk
assessment). Pedoman pengawasan untuk mencegah terjadinya risiko harus ada
pada operasional perbankan sehari-hari sampai dengan perumusan action plan dan
strategic operational yang dimulai dari para manajer/officer yang
berada di garis depan (front office)
d) Dynamic prevention
Pencegahan yang
dinamis adalah pengawasan berbasis risiko yang berfungsi sebagai alat utama
untuk mengidentifikasi hambatan dalam mencapai tujuan.
e)
Proactive detection
Suatu organisasi
perlu memahami kejahatan, risiko yang akan timbul secara proaktif dalam hal
terjadi suatu kejahatan dan bagaimana kejahatan dapat ditangani.
f)
Investigasi
Setiap bank harus
memiliki tim investigasi yang mampu melakukan investigasi atas suatu kasus yang
terjadi. Tim tersebut dapat terdiri dari tim intern dan/atau tenaga ahli dari
luar yang dalam pelaksanaannya harus dilengkapi dengan standar/pedoman
investigasi.
G. Biaya Risiko dan Kredit Macet
Adapun pengertian dari biaya risiko (risk cost) adalah biaya yang
harus ditanggung oleh pihak manajemen perusahaan terhadap risiko yang
ditimbulkan dalam setiap keputusan yang diambil.
Bagi pihak kreditur harus mempertimbangkan beberapa hal yang mungkin timbul
pada saat kebijakan receivable turnover (perputaran piutang)
dilaksanakan, yaitu terjadinya kemacetan dalam aliran pengembalian pinjaman
yang dilakukan oleh pihak debitur.
Maka
secara financial company masalah yang menyangkut risiko tidak kembalinya
sejumlah uang atau dana yang telah diberikan dalam bentuk pinjaman ini harus
diperhitungkan dan dibebankan dalam penetapan bunga pinjaman. Sehingga bagi
suatu perusahaan yang melakukan kebijakan penyaluran kredit harus mempelajari
hal-hal yang berkaitan dengan risk cost (biaya risiko) yang timbul
karena faktor terjadinya bad debt (piutang tak tertagih) tersebut.
H. Memperhitungkan Biaya Risiko
Ada 2 cara untuk
memperhitungkan atau menentukan jumlah risk cost (biaya risiko) yang
harus ditanggung oleh suatu perusahaan, yaitu :
a.
Biaya risiko dihitung
dengan cara mengkaji dan menaksir berapa angka kredit macet yang secara fakta
terjadi. Yaitu dengan mengumpulkan seluruh debitur yang mengalami tunggakan
kredit selama ini.
b.
Biaya risiko dihitung
dengan cara melihat berapa total angka pinjaman yang dihapusbukukan terhadap
rata-rata angka residu pinjamannya, dimana ini dilihat dalam satu periode
akuntansi
Penggunaan data fundamental sebagai acuan dalam menganalisis berapa besar
angka-angka yang harus diperhitungkan atau diposisikan untuk dianalisis sangat
mempengaruhi terbentuknya sebuah rekomendasi nantinya.
I. Program Penguatan Struktur
Perbankan Nasional
Untuk menciptakan suatu bentuk dan format perbankan nasional yang sehat
dan kuat maka pemerintah dalam konsep Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) menyusun kerangka acuan yang bergerak dan ditetapkan dengan payung hukum
dan politik.
Menurut Masyhud Ali,
keenam pilar penyangga pada bangunan API itu meliputi:
a.
Struktur perbankan
domestic yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong
pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan;
b.
Sistem pengaturan dan
pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standard internasional
c.
Industri perbankan
yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam
menghadapi risiko
d.
Terciptanya good
corporate govermence (GCG) di perbankan sehingga memperkuat kondisi
internal perbankan nasional.
e.
Infrastruktur yang
lengkap untuk mendukung terciptanya industry perbankan yang sehat
f.
Terwujudnya
pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan
Dalam rangka menindaklanjuti konsep penguatan struktur perbankan nasional
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah melakukan beberapa penegasan
keputusan yaitu “BI telah menegaskan perihal persyaratan modal nominal minimum
bagi bank umum (termasuk BPD) menjadi sebesar minimum Rp. 100 milyar. Sementara
untuk pendirian bank baru, hingga 1 Januari 2011 tetap dipertahankan
persyaratan modal nominal sebesar Rp. 3 triliun.
J. Aplikasi Manajemen
Risiko Perbankan
Kebangkrutan yang terjadi pada Lehman Brother membuktikan manajemen
risiko pada lembaga keuangan menjadi tantangan besar pada suatu lembaga
keuangan. Kejadian ini diharapkan tidak terjadi pada dunia perbankan sekarang
ini. Salah satu hal untuk mengelola manajemen risiko pada suatu bank diterapkan
aturan bernama Basel yang dikeluarkan The Basel Committee on Banking
Supervision (BCBS) secara internasional.
Bank
Indonesia (BI) telah meminta semua bank di Indonesia untuk mengadopsi ketentuan
tersebut. Sebagian besar bank-bank di dunia, seperti Eropa, telah menerapkan
Basel III saat sekarang. BI meminta ketentuan ini dapat diterapkan bankbank di
Indonesia pada Januari 2013 yang aturannya sedang digodok sekarang ini. Aturan
Basel III dapat diterapkan perbankan di dunia, termasuk di Indonesia, dengan
bantuan perangkat lunak bernama Financial Studio yang diperkenalkan Financial
Architects (FinArch).
Financial Studio
dapat melakukan pengukuran risiko terkait kinerja risiko, pengelolaan modal dan
manajemen risiko, pengelolaan kredit, dan pengukuran investasi jangka pendek.
"Solusi ini dapat digunakan bankbank untuk mengelola permodalan dan
risiko,".
Solusi
Oracle, Solusi serupa telah diperkenalkan Oracle Corporation di Indonesia
dengan nama Oracle Financial Services Liquidity Risk. Aplikasi ini bisa membantu
bank-bank menganalisa liquidity coverage ratio (LCR) dan net stable funding
ratio (NSFR) untuk memastikan kecukupan likuiditas saat terdapat tekanan dalam
skenario jangka pendek dan jangka panjang.
Oracle Financial Services Liquidity Risk telah memenuhi prinsip umum
untuk pengelolaan risiko likuiditas oleh Bank International Settlements (BIS)
untuk Individual Liquidity Adequacy Standards of Financial Services Authority
(FSA). "Aplikasi ini membuka kesempatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan
minimum terhadap rasio cakupan likuiditas dan rasio pendanaan bersih yang
stabil sementara mengelola strategi pengelolaan risiko internal
Persoalan lain yang dihadapi dunia perbankan adalah kejahatan keuangan
yang terjadi secara internal. Kejadian ini kemungkinan dapat dicegah dengan
penerapan Oracle Financial Services Enterprise Case Management yang ditawarkan
Oracle. "Aplikasi ini membantu berbagai perusahaan untuk memiliki
pandangan yang komprehensif dari proses investigasi kejahatan keuangan dalam
perusahaan.
Oracle Financial Services Enterprise Case Management dilengkapi Oracle
Financial Services Analytical Application untuk menyelidiki kecurangan dan
kepatuhan di dalam perbankan. Penyelidikan ini meliputi sistem perbankan
online, ATM, dan pembayaran secara secara otomatis. Bentuk kejahatan lain yang
terjadi dunia perbankan adalah pencucian uang (money laundering).
Dunia perbankan dapat
mengimplementasian solusi tersebut dengan bekerjasama dengan PT Sisnet Mitra
Sejahtera (Sisnet) sebagai mitra bisnis dari BPT. CTMS merupakan solusi
berbasis IBM iSeries server yang dapat terintergrasi dengan sistem core
banking. Aplikasi ini dapat mengawasi, mendeteksi, dan melaporkan semua
kegiatan finansial secara real time dan batch.
"Apabila (kegiatan finansial) terjadi penyimpangan, maka akan terdeteksi
dan memberikan alert (peringatan). Sebenarnya, perbankan nasional telah
menerapkan pengawasan terhadap kegiatan money laundering. Namun, hal ini
tidak dilakukan secara real time oleh perbankan. "Ini (CTMS) dapat
di-broadcast (kirimkan, red) berbentuk SMS dan e-mail kepada pejabat dan
petugas bank. Fitur-fitur lain yang terdapat dalam CTMS adalah Pop Up Screen
pada bagian front office apabila data nasabah kurang lengkap dan kadaluarsa
pada saat transaksi, capture profi l keuangan nasabah.
Sistem CTMS menggabungkan core banking dan AML Server ke message server dan
document server. Bing meneruskan investasi CTMS berbeda antarbank satu dengan
lain sesuai skala bank. Aplikasi ini telah diterapkan pada Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Karyajatnika Sadaya (KS). "Investasi CTMS berkisar 100-200
ribu dollar AS.
Risiko Kredit.
Kegiatan perbankan lain yang perlu mendapat perhatian khusus adalah pemberian
kredit kepada nasabah. Ini harus dilakukan secara hati-hati oleh bank bisa
dengan cara penerapan Information Technology (IT) Credit Scoring for Banking
untuk menganalisis data nasabah untuk memberikan atau persetujuan pemberian
kredit. "Program ini dapat menentukan batas kredit, pembayaran awal, dan
pembayaran cicilan.
Apabila seorang nasabah memperoleh nilai 500 dari credit scoring, maka ia
berhak memperoleh pengajuan kredit. Ini dapat membantu manajer risiko suatu
bank mengambil keputusan dalam pemberian kredit. Naeem Siddig, SAS Global
Product Manager SAS for Banking Solution, menambahkan fitur risk scoring yang
terdapat dalam credit scoring dapat memperlihatkan tingkat risiko seorang
pemohon kredit.
BAB
III
KESIMPULAN
a.
Risiko perbankan
adalah risiko yang dialami oleh sector bisnis perbankan sebagai bentuk dari
berbagai keputusan yang dilakukan dalam berbagai bidang, seperti keputusan
penyaluran kredit, penerbitan kartu kredit, valuta asing, inkaso, dan berbagai
bentuk keputusan financial lainnya
b.
Tindakan Pemerintah
dalam Mengatasi Perbankan Bermasalah
-
Pembinaan
-
Tindak lanjut
Pengawasan Bank
-
Likuiditas Bank
c.
Kebijakan Perbankan
dalam Menghindari Risiko
-
Risiko Kredit
-
Risiko Pasar
-
Risiko Operasional
-
Risiko Likuditas
d.
Secara umum
pengawasan pada lembaga perbankan ada 2 yaitu :
-
Pengawasan yang dilakukan
oleh internal perbankan
-
Pengawasan yang
dilakukan oleh eksternal perbankan
DAFTAR
PUSTAKA
Fahmi Irham, S.E.,M.Si. 2010. Manajemen Risiko
Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta
http://www. Google. Risiko Perbankan
http://adnantandzil.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment