PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengertian
Kesehatan Mental Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama”bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam
keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin
dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi
(penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan.
Sedangkan menurut paham
ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Zakiah Daradjat
mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri
antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan
dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di
dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi,
penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini,
individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai
integrasi tingkah laku.
Mental sehat manusia
dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan
dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan
gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
Masalah yang sering
terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah ketidak
seimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak
awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di
sekolah dengan berbagai media. Mereka telah dibanjiri informasi berbagai
informasi, pengertian-pengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media
massa (televise, video, radio, dan film) yang semuanya tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan remaja sekarang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sangat cepat dan semakin modern mempengaruhi dunia pendidikan yang cenderung
mengutamakan aspek kognitif (kecerdasan intelektual), sementara nilai-nilai
afektif keimanan, ketakwaan, mengelola emosi dan akhlak mulia sebagaimana
ditegaskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
maha Esa dan berakhlak mulia, kurang banyak dikaji dalam dunia pendidikan
persekolahan. Hal ini bukan karena tidak disadari esensinya, melainkan
pendidikan lebih mengutamakan mengejar ilmu pengetahuan dari pada mendidik dan
membina kepribadian dan akhlak mulia anak didik.
Dunia pendidikan tidak
mengembangkan nilai-nilai afektif sebagai dasar pmbinaan kepribadian anak yang
menjadi tolok ukur pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan di Negara
kita, menjadi parsial atau tidak utuh sebagaimana diisyaratkan oleh Pendidikan
Umum bahwa pendidikan menyeimbangkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Akibat nilai pendidikan parsial, tidak menyeimbangkan kognitif
dan afektif, anak didik disatu pihak intelektualnya cerdas, kemampuan skill
cakap dan terampil, di sisi lain potensi afeksi emosional tidak terbina
terutama di kalangan remaja sehingga melahirkan erosi moral afektual, kultural
dan menjadi penyebab dehumanisasi dan demoralisasi. Gejala- gejala emosional
para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta
dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan
baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain
merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta
didik berjalan dengan normal dan mulus tanpa ada mengalami gangguan sedikitpun.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Anak-anak
awal
Masa anak-anak dimulai
setelah melewati masa bayi yang penuh dengan ketergantungan, masa ini
berlangsung kira-kira dari usia 2 tahun sampai saat anak mengalami kematangan
secara seksual, kira-kira pada usia 13-14 tahun. Sejumlah ahli perkembangan
membagi masa anak menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa
anak-anak akhir. Masa anak-anak awal berlangsung dari umur 2 tahun sampai 6
tahun, dan masa anak-anak akhir dari usia 6 tahun sampai saat anak matang
secara seksual. Berikut akan dibahas tentang masa anak-anak awal.
B.
Bayi
dan anak-anak
Bayi dan anak-anak
berkembang dengan baik jika mereka dirawat oleh orang dewasa yang "gila
tentang mereka!" (Bronfenbrenner, 1976 1). Hubungan responsif dengan
pengasuh utama konsisten membantu membangun lampiran positif yang mendukung
pembangunan sosial-emosional yang sehat. Hubungan ini membentuk dasar dari
kesehatan mental untuk bayi, balita dan anak prasekolah.
C.
Kesehatan
mental bayi
“Kesehatan mental
bayi" didefinisikan sebagai perkembangan sosial dan emosional yang sehat
dari seorang anak dari lahir sampai 3 tahun, dan bidang yang berkembang
penelitian dan praktek yang ditujukan untuk:
Promosi
perkembangan sosial dan emosional yang sehat;
Pencegahan masalah
kesehatan mental, dan
Pengobatan masalah
kesehatan mental anak yang sangat muda dalam konteks keluarga mereka
D.
Contoh
eksperimen
• The
Still Face paradigm, dirancang oleh Edward Tronick, merupakan prosedur
eksperimental untuk mempelajari perkembangan sosial dan emosional bayi. Selama
percobaan berlangsung, bayi dan orangtua berinteraksi bercanda sebelum orang
tua tiba-tiba berhenti merespons dan berpaling. Setelah waktu singkat, orang
tua reengages dengan bayi. Reaksi bayi untuk orang tua tiba-tiba tidak
responsif dan tingkah lakunya ketika orangtua resume interaksi, telah digunakan
untuk mempelajari berbagai aspek pembangunan sosial dan emosional awal.
Gangguan
kesehatan mental anak
1. Gangguan
Kebiasaan
Gangguan
kebiasaan mungkin suatu usaha yang dilakukan anak untuk mengalahkan stres.
Beberapa gangguan kebiasaan yang paling sering terjadi diantaranya mengisap ibu
jari, menggigit kuku, membenturkan kepala, menggigit atau memukul dirinya
sendiri, menggoyangkan tubuh dan lain sebagainya.
Semua
anak yang mengalami gangguan kebiasaan akan menunjukkan perilaku repetitif,
tetapi tergantung juga pada frekuensi dari kebiasaan itu. Sebagai contoh, anak
kadang mengisap jempol yang merupakan fenomena pertumbuhan yang biasa, tapi
jika terus berlanjut hingga usia tertentu, mungkin menjadi tanda peringatan
terhadap gangguan kebiasaan.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan
psikologis pada anak meliputi perubahan emosi, fungsi fisik, perilaku dan
kinerja mental. Permasalahan gangguan psikologis tersebut dapat disebabkan oleh
faktor-faktor seperti gaya pengasuhan, masalah keluarga, kurangnya perhatian,
penyakit kronis atau cedera, dan rasa kehilangan atau perpisahan.
Anak biasanya tidak langsung bereaksi ketika masalah terjadi, tetapi akan menunjukkan reaksi kemudian hari. Bimbingan yang tepat dapat membantu anak dapat mempersiapkan diri jika dihadapkan pada masalah yang sifatnya traumatis pada anak. Orang tua harus dapat memotivasi anak agar lebih ekspresif menghadapi ketakutan dan kecemasannya.
Anak biasanya tidak langsung bereaksi ketika masalah terjadi, tetapi akan menunjukkan reaksi kemudian hari. Bimbingan yang tepat dapat membantu anak dapat mempersiapkan diri jika dihadapkan pada masalah yang sifatnya traumatis pada anak. Orang tua harus dapat memotivasi anak agar lebih ekspresif menghadapi ketakutan dan kecemasannya.
2. Gangguan
Perilaku
Perilaku
tertentu adalah normal terjadi pada anak-anak pada usia dini, tetapi jika masih
tetap berlanjut hingga kemudian hari mungkin mengundang intervensi. Gangguan
perilaku pada anak dapat ditunjukkan seperti suka melampiaskan amarah karena
frustrasi atau kesal terhadap suatu hal.
Orangtua
bisa mengontrol perilaku anak dengan menjauhkan anak dari hal-hal yang membuat
anak bertindak demikian. Sementara perilaku anak yang mencuri atau berbohong
mungkin umum pada tahap awal perkembangannya, pastikan kebiasaan tersebut tidak
berlanjut.
3. Gangguan
Tidur
Masalah
tidur termasuk jam tidur yang terlalu banyak atau terlalu sedikit pada anak.
Gangguan saat tidur pada tahap petumbuhan mungkin memiliki efek yang merugikan
pada kemampuan kognitif anak. Orang tua harus mendorong anak untuk tidur pada
waktu yang teratur setiap harinya.
4. Gangguan
Kecemasan
Kecemasan dan ketakutan normal
terjadi pada anak dalam masa perkembangan, tetapi jika terus berlanjut dalam
waktu yang lama, mungkin akan melumpuhkan kondisi sosial anak. Gangguan
kecemasan dapat dikelola dengan cara mengobati kondisi kejiwaan anak seperti
terapi keluarga. - Beberapa Jenis Gangguan Yang Sering Terjadi Pada Anak.
No comments:
Post a Comment