BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persoalan mengenai hukum
internasional selalu memberikan kesan yang menarik untuk di bahas. Topik ini
senantiasa memberikan daya tarik yang tinggi pada setiap orang. Secara teori
hukum internasional mengacu pada peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur
tindakan Negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui
mempunyai kepribadian internasional, seperti misalnya organisasi
internasional dan individu, dalam hal hubungan satu dengan yang lainnya.
Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun dan
lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan perdamaian
dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara sebagai
“bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi utama dari
sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya diperlakukan
sebagai pemilik kedaulatan yang sama.[1][1]
Hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik. Seringkali
hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari
berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat
berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang
tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Seiring perkembangan zaman, hukum internasional juga terus berkembang. Sejak
pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad 19 hukum internasional
telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20 telah merupakan suatu
perluasan yang tidak ada tandingannya.
B.
Rumusan Masalah
Adapun inti dari permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Apa itu hukum internasional?
b. Bagaimana perkembangan hukum internasional saat ini?
c. Bagaimana peran hukum internasional terhadap perdamaian dunia?
C.
Metode Penulisan
Metode
yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode penulisan referensi dan
pembahasan. Yang mana penulis menggunakan banyak literature dalam penulisan
makalah ini, seperti buku-buku, internet, dan sumber-sumber lain. Dalam
penulisan makalah ini penulis juga melakukan pembahasan mengenai apa-apa saja
yang perlu di ambil dan di jadikan referensi.
Dalam
pembahasan penulis menyaring semua informasi yang ada dan merangkumnya menjadi
sebuah makalah yang utuh dan lengkap. Metode penulisan yang penulis gunakan ini
memiliki kelebihan dari metode-metode yang lain karena selain sederhana, metode
ini juga paling mudah untuk di mengerti dan diolah karena
sumbernya berasal dari buku-buku.
D.
Tujuan dan Manfaat
4.1 Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah “Sistem Hukum Indonesia” yang diberikan kepada Penulis
serta agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dapat melihat bagaimana kenyataan dari penegakan hukum internasional pada saat
ini.
E.
Manfaat
Sedangkan manfaat dari makalah ini diharapkan :
1.
Memberikan suatu gambaran mengenai konsep dasar hukum internasional dan
peran-peran yang terdapat didalamnya,
2.
Memberi gambaran bagaimana hukum internasional sekarang
ini,
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Hukum Internasional
Pada umumnya hukum internasional
diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuan-ketentuan yang
mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum
lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional
yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti oppenheim dan brierly, terbatas pada negara
sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek hukum lainnya.
Namun
dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh kedua abad
20 dan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini
kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan
perilaku organisasi internasional, kelompok-kelompok supranasional, dan
gerakan-pembebasan pembebasan nasional. Bahkan, dalam hal tertentu, hukum
internasional juga diberlakukan terhadap individu-individu dalam hubungannya
dengan negara-negara.
Sedangkan
menurut pendapat Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H. Hukum
Internasional adalah keseluruhan kaidah – kaidah dan asas – asas hukum dan
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas – batas negara yaitu
hubungan internasional yang tidak bersifat perdata.
Selain itu hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati
dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka
satu sama lain, dan meliputi juga:
a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau
organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan antara mereka satu sama
lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu,
b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan
badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan
non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional. [2][2]
Berdasarkan
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum internasional adalah
bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional atau merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan Negara
serta negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan
negara satu sama lain.[3][3]
B.
Sejarah dan Perkembangan
Hukum Internasional
Hukum internasional
sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi
Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville
dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku
bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium
adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius
Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga
dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan
kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris).
Sesungguhnya, hukum
internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak
ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty
years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang
bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan
dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh
dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.
Perkembangan hukum
internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan
Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan
golongan Positivis.
Menurut golongan Naturalis,
prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan
manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan
bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum
alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah
Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan
Alberico Gentillis.
Pada
abad 19, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya
faktor-faktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815,
negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum
internasional dalam hubungannya satu sama lain, (2). Banyak dibuatnya
perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang,
netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan
multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
C.
Sumber-sumber Hukum
Internasional
Pada dasarnya, sumber hukum
terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum
dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang
membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti
formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu
sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku.
Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah
tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
a.
Dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional;
b. Metode penciptaan hukum internasional;
c.
Tempat
diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan
pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1)
Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai
oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
a.
Perjanjian
internasional (international conventions), baik yang bersifat umum,
maupun khusus;
b. Kebiasaan internasional (international custom);
c.
Prinsip-prinsip
hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara
beradab;
d.
Keputusan
pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana,
2003; 197)
D.
Peranan Hukum Internasional
terhadap ketertiban Dunia
Pada dasarnya peran hukum
internasional lebih banyak tertuju pada cara-cara untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terjadi dalam ruang lingkup internasional.
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya
terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara
mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber
potensi sengketa antar negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam,
kerusakan lingkungan, perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi,
hukum internasional memainkan peranan, yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.
Upaya-upaya
penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di
masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upaya-upaya ini ditujukan
untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan
prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Dewasa ini ada beberapa peran
yang hukum internasional dapat mainkan dalam menyelesaikan sengketa:
1.
Pada
prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara
terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak
mengharapkan adanya persengketaan;
2.
Hukum
internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.
Hukum
internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang
cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya; dan
4.
Hukum
internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan
subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Perang telah digunakan
negara-negara untuk memaksakan hak-hak dan pemahaman mereka mengenai
aturan-aturan hukum internasional. Perang bahkan telah telah pula dijadikan
sebagai salah satu wujud dari tindakan negara yang berdaulat. Bahkan para
sarjana masih menyadari adanya praktek negara yang masih menggunakan kekerasan
atau perang untuk menyelesaikan sengketa dewasa ini. Sebaliknya, cara damai
belum dipandang sebagai aturan yang dipatuhi dalam kehidupan atau hubungan
antar negara. Pada umumnya metode penyelesaian sengketa internasional
digolongkan dalam dua kategori yaitu :
E.
Cara-cara Penyelesaian
Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat.
a.
Negoisasi
Negosiasi adalah cara
penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua digunakan oleh umat
manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara
yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi
ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.
Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi
prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada
kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi
dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada
konperensi-konperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi
internasional.
b.
Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa
ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara
mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua
bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta
(Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan laporan kepada para pihak
mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian
sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1)
Membetuk suatu
dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2) Mengawasi
pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3)
Memberikan
informasi guna membuat putusan ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai
dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36 haque convention on the
pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c.
Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu
cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak yang ketiga. Pihak
ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi.
Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak
agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan
nama fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga
dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas permintaan para pihak
atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna
menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada
adalah kesepakatan para pihak.
d.
Mediasi
Yang
menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu.
Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator. Biasanya ia
dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak
dengan memberikan saran penyelesaian sengketa
Fungsi
utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang
dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri
sengketa, informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan
pasal 3 dan 4 haque convention on the pacific settlement of disputes (1907)
yang menyatakan bahwa usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap
sebagai suatu tindakan yang bersahabat terhadap suatu pihak (yang merasa
merugikan).
e.
Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara
penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan mediasi. Biasanya
konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak melalui
perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas
karena ada aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan
keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh kuasanya. Hasil
fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan
laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan
putusannya tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut
tergantung sepenuhnya kepada para pihak.
f.
Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan
pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam hukum nasional yaitu
menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan arbitrator,
yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang
sudah cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay
treaty antara inggris dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang
menyesaikan sengketa beberapa peerselisihan tertentu yang tidak dapat
diselesaikan selama perundingan di traktat tersebut.suatu langkah penting telah
diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the haque tidak hanya
mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi pembentukan
permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat
“tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court of arbitration sendiri
tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang ditangani
abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth
Atlantic Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun
ada kekurangan yang nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court
arbitration merupakan suatu metode dan suatu prosedur.
Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus, artinya
negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka
setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia
mendirikan badan ICSID (international Centre for the Settlement of Investment
Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari situasi
perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa
negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan
asing yang berada di dalam wilayahnya.
g.
Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial
berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang penagdilan
internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan
kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial
yang saat ini tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International
Court of justice di the Haque yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas
Permanent Court of International Justice. Pengukuhan lembaga ini
dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis PBB.
Intenational Court of justice
dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB yang dirumuskan di san
fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim, dua
merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut dari
warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima
berasal dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia,
Amerika serikat, Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional
Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya
adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1)
Negara anggota
PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2)
Negara bukan
anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan yang bukan
wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke Mahkamah
internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3)
Negara bukan
wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi untuk
tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari
6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki kedudukan khusus dibandingkan 5
organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki hubungan hierarkhis
dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam
sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional
Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan
politis yang dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan
tidak menggunakan simbol atau nama PBB dalam putusannya.
F.
Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
a.
Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
b.
Retorsi (retorsion)
c.
Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
d.
Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Berikut ini adalah beberapa
contoh mengenai perana hukum internasional (berdasarkan sumber-sumbernya) dalam
menjaga perdamaian dunia.
1. Perjanjian
pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2. Perjanjian
pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3. Perjanjian
damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO
menempatkan pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah
disepakati.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum Internasional,
sebagaimana kita ketahui merupakan keseluruhan kaidah yang sangat diperlukan
untuk mengatur sebagian besar hubungan-hubungan antar Negara-negara. Tanpa
adanya kaidah ini tidak mungkin Negara-negara didunia dapat hidup berdampingan
seperti adanya saat sekarang ini.
Memang benar
bahwa pada kalangan tertentu ada kecendrungan untuk mengecilkan makna hukum
internasional, bahakan hingga taraf mempersoalkan keberadaan dan nilai hukum internasional. Terdapat dua
alasan yang mendasari pandangan ini:
a.
Pada umumnya
dianut pandangan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional hanya ditujuan unutuk
memelihara perdamaian,
b.
Diabaikannya
sejumlah besar kaidah yang berbeda dengan kaiadah-kaidah yang berkenaan dengan
“politik tingkat tinggi”, yaitu masalah masalah perdamaian atau perang hanya
sedikit yang mendapat publisitas,[4][4]
Pelanggaran-pelanggaran
yang mengakibatkan perang atau
konflik-konflik agresi dan ketidakberdayaan hukum internasional untuk
menanggulangi persoalan-persoalan seperti pelucutan senjata , terorisme internasional
dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang
tidak memuaskan dan dari inilah umum mengambil kesimpulan yang keliru mengenai
tidak berfungsinya sama sekali hukum internasional. Bagaimanapun
juga eksistensi dari hukum internasional itu sendiri tidak bisa dilupakan
begitu saja.
Dari
uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional
terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian
dunia ada 4 macam yaitu antara lain :
1.
Pada prinsipnya
hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara terjalin
dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan
adanya persengketaan;
2.
Hukum
internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3.
Hukum
internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang
cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya; dan
4.
Hukum
internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan
subyek hukum internasional lainnya. Hukum internasional tidak
menganjurkan sama sekali cara kekerasan atau peperangan.
Hadirnya lembaga-lembaga atau
mekanisme penyelesaian sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional
pada umumnya ditujukan untuk suatu maksud utama, yakni memberi cara mengenai
bagaimana seharusnya sengketa internasional diselesaikan secara damai.
Peran hukum internasional
dalam penyelesaian sengketa ini cukup penting. Hukum internasional tidak
semata-mata mewajibkan penyelesaian secara damai, hukum internasional ternyata
pula memberi kebebasan seluas-luasnya kepada negara-negara untuk menerapkan
atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ada baik yang terdapat
dalam Piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional yang negara-negara
yang bersengketa telah mengikatkan dirinya. Semua ini menunjukkan dan
memperkuat tujuan akhir dari hukum internasional mengenai penyelesaian sengketa
ini yaitu penyelesaian secara damai dan tidak menghendaki penyelesaian secara
kekerasan (militer).
Hukum Internasional yang
bertugas mengatur segala macam interaksi tersebut telah dituntut untuk berperan
lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerjasama antarbangsa yang harmonis
serta terpeliharanya keterlibatan, perdamaian dan keamanan dunia.
B.
Saran
Keberadaan hukum
internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia. Namun tidak
dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional sudah
mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada beberapa
negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang
akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa akan datang, sangat
diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk kritis
terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin
melemah pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Starke,J.G. 2006. Pengantar
Hukum Internasional Edisi Kesepeuluh. Jakarta: Sinar Grafika
Wallace, Rebecca. 1986. Hukum
Internasional Pengantar Untuk Mahasiswa.
Semarang : IKIP Semarang Press
Gutama, Sudargo. 1981. Hukum
Perdata Internasional Indonesia jilid 1. Bandung: Penerbit Alumni
Suryokusumo, Sumaryo. 1993. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional.
Badung : Penerbit Alumni
Hamid, Sulaiman. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. Jakarta: PT. RajaGravindo
Barros, James. 1990. PBB
Dulu Kini dan Esok. Jakarta: Bumi Aksara
http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-era-dinamika-global-p-9229.html
[1][1] Rebecca M.M Wallace. Hukum
Internasional Pengantar untuk Mahasiswa (Semarang:IKIP Semarang Press.1986)
hlm.4
[3][3] http://www.belbuk.com/hukum-internasional-pengertian-peranan-dan-fungsi-dalam-era-dinamika-global-p-9229.html
No comments:
Post a Comment