BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penyandang cacat merupakan bagian
masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran
yang sama. Penyandang cacat secara kuantitas cenderung meningkat dan oleh
karena itu, perlu semakin diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial bagi
penyandang cacat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
dalam upaya meningkatkan kualitas para penyandang cacat sehingga mereka
mempunyai hak dan kedudukan yang sama sebagai warga negara.
Secara nasional pemerintah telah
mengembangkan Pendidikan Inklusif dengan tujuan untuk memberi kesempatan yang
sama bagi semua anak, termasuk anak-anak cacat, sebagai ratifikasi kesepakatan
masyarakat dunia yaitu pendidikan untuk semua (Education For All), dan hasilnya
sudah dirasakan, beberapa anak cacat mampu mengikuti pendidikan sampai jenjang
perguruan tinggi, dan dapat diangkat menjadi PNS, tidak sedikit mereka yang
telah mandiri dengan kemampuan keterampilan profesional yang dimilikinya.
Penanganan masalah penyandang cacat
di Aceh, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat melalui organisasi sosial/LSM.
Yang memberikan layanan-layanan pendidikan, re-habilitasi, keterampilan yang
sifatnya umum sebagai dasar untuk mengantarkan para penyandang cacat untuk
dapat mandiri dan profesional
Usaha lain yang diupayakan
pamarintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa mengembangkan SLB
menjadi sentra PK-PLK dengan tujuan memberi peluang dan kesempatan kepada
penyandang cacat untuk memperoleh layanan yang berkualitas. Dinas sosial dengan
memberikan pembinaan/latihan kepada para penyandang cacat melalui lembaga PSBGH,
PSBN, dan lembaga/instiusi lain, baik negeri maupun swadaya masyarakat
bersama-sama saling membahu untuk meningkatkan kualitas para penyandang cacat.
Kondisi lapangan telah merasakan dari program Dinas Sosial dengan program KUBE
Penca dan program lainnya, walaupun hasilnya belum optimal.
Dalam dunia pendidikan di Aceh, LPTK
dalam hal ini Universitas Negeri Padang, dan beberapa LPTK yang tersebar di
Indonesia mendapat amanat untuk mendidik calon guru Pendidikan Luar
Biasa/Pendidikan Khusus, melalui Jurusan PLB yang menghasilkan guru-guru
profesional dibidang pendidikan khusus/PLB, sebagai pendidik di TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB, dan sebagai Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah penyelenggara
pendidikan Inklusif.
Berbagai usahan tersebut telah
dilakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan para penyandang cacat, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, namun usaha tersebut masih dihadapkan dengan
berbagai kendala. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya upaya
meningkatkan pemberdayaan penyandang cacat disegala bidang guna mewujudkan
kesejahteraan yang bermartabat.
Hingga saat ini sarana dan upaya
untuk memberikan perlindungan hukum kepada kedudukan, hak, kewajiban dan peran
penyandang cacat telah dilakukan melalui berbagai peraturan dan perundang-undangan,
antara lain mengatur masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan,
kesejahteraan sosial, lalulintas dan angkutan jalan, pelayanan penerbangan dan
lain-lain. Namun demikian upaya tersebut belumlah optimaual sesuai dengan yang
diharapkan.
Asumasi yang perlu menjadi
pertimbangan bahwa jumlah penyandang cacat jumlahnya cenderung meningkat yang
kondisinya lebih hiterogen, masih diperlukan lagi sarana dan upaya lain
terutama dengan penyediaan sarana untuk memperoleh kesamaan kesempatan bagi berbagai
jenis penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, khususnya
dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
sosialnya.
Yang dimaksud dengan kesejahteraan
sosial dalam Undang-Undang adalah; suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial,
material maupun sepiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan
ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi semua warganegara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial
sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat, dengan menjunjung tinggi
hak dan kewajiban sebagai warganegara, sehingga menjadi warga negara yang
sejahtera dan bermartabat. Maka perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai,
terpadu dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan
mereka.
Kesempatan untuk mendapatkan
kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat
diwujudkan apabila didukung dengan tersedianya aksesibilitas, yaitu suatu
kemudahan bagi penyandang cacat untuk mencapai kesamaan kesempatan dalam
memperoleh kesamaan kedudukan tersebut. Perlu diadakan upaya penyediaan
aksesibilitas bagi penyandang cacat.
Penyelenggaraan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial yang antara lain melalui kesemaan kesempatan bagi
penyandang cacat pada hekekatnya menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Oleh karena
itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan
kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu bersinergi melalui komunikasi
dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat, bermartabat.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
maka perlu dikembangkan dan ditingkatkan kesamaan kesempatan melalui penyediaan
aksesibilitas, yang dalam pelaksanaannya disertai dengan upaya peningkatan
kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah terhadap keberadaan
penyandang cacat yang merupakan unsur penting dalam rangka pemberdayaan
penyandang cacat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peningkatan
Kuailitas Hidup Penderita Cacat
Pemerintah dan masyarakat mempunyai
komitmen tentang pentingnya kerjasama baik secara nasional maupun regional
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan penyandang cacat, Selanjutnya
mengambil langkah-langkah yang diperlukan dan efektif berkaitan dengan hal
tersebut. Kerjasama kemitraan antar organisasi/ institusi/lembaga, baik tingkat
regional, nasional maupun internasional, khususnya organisasi penyandang cacat.
(Konvensi Hak Penyandang Cacat 2007, Pasal 32 : 37)
Adapun langkah-langkah untuk mewujudkan hal tersebut,
antara lain:
1.
Manjamin bahwa Kerjasama kemitraan, termasuk program
regional maupun nasional, bersifat inklusif dan dan dapat diakses oleh para
penyandang cacat
2.
Memfasilitasi dan mendukung pengembangan kapasitas
melalui pertukaran berbagai informasi, pengalaman,program-program pelatihan,
dan praktik yang mendukung ke profesionalan para penyandang cacat
3.
Memfasilitasi kerjasama dibidang penelitian dan akses
terhadap ilmu pengetahuan dan praktik lapangan. Apabila diperlukan, menyediakan
bantuan teknis dan biaya, termasuk memfasilitasi akses terhadap pertukaran
teknologi dan informasi melalui transfer teknologi informasi
4.
Pemerintah sesuai dengan sistem manajemen yang telah
dirancang, harus melaksanakan monitoring dan evaluasi. Sesuai dengan sistem dan
perundang-undangan, harus komitmen mempetahankan, memperkuat, merancang, atau
membentuk suatu kerangka kerja dengan mekanisme yang independen untuk
memajukan, melindungi dan memonitor pelaksanaan kegiatan (Implementasi kerangka
kerja yang telah dirancang).
5.
Masyarakat, terutama para penyandang cacat dan
organisasi-organisasi perwakilan mereka, harus dilibatkan dan berpartisipasi
penuh dalam berbagai kegiatan, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi.
6.
Organisasi penyandang cacat (komite) perlu dibentuk dan
yang sudah ada perlu didukung, yang terdiri dari para akhli, anggota komite
berfungsi sesuai dengan kapasitas personal mereka, yang diakui kompetensi dan
pengalamannya dibidang profesinya. Pemerintah diundang untuk memberikan
pertimbangan.
7.
Pemerintah bekerjasama dengan organisasi penyandang
cacat dan membantu anggotanya dalam memenuhi mandat mereka.
B. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kepada
Penderita Cacat
Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
yang berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat, kekeluargaan,
adil dan merata, keseimbangan, keserasian dalam perikehidupan, hukum,
kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut diselenggarakan
melalui pemberdayaan penyandang cacat yang bertujuan terwujudnya kemandirian
dan kesejahteraan. (UU. No 4 1997).
Pemerintah dan/atau masyarakat
menyelenggarakan upaya : Re-habilitasi yang diarahkan untuk memfungsikan
kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan bermartabat sesuai
dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.
Pasal 19 Bab V mengamanatkan bahwa
Bantuan sosial diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha
meningkatkan taraf kesejahteraan sosoalnya. Adapun bantuan yang diberikan
(pasal 20) diberikan kepada: a. penyandang cacat yang tidak mampu, sudah
direhabilitasi, dan belum bekerja, b. penyandang cacat yang tidak mampu, belum
direhabilitasi, memiliki keterampilan, dan belum bekerja.
Dalam hal pembinaan dan peran
masyarakat. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat melalui penetapan kebijakan, koordinasi,
penyuluhan, bimbingan, bantuan, perijinan, dan pengawasan. Adapun peran
masyarakat adalah melakukan pembinaan melalui berbagai kegiatan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Masyarakat diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial
penyandang cacat.
Pada dasarnya setiap penyandang
cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan,
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan.
Dalam hal kesempatan memperoleh
pekerjaan. Setiap penyandang cacat mempunyai kesempatan untuk mendapatkankan
pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perusahaan negara dan
swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat,
dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahannya sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan
dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan (Pasal 14).
Perusahaan negara meliputi badan
usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD), Sedangkan
perusahaan swasta termasuk didalamnya koperasi. Perusahaan harus mempekerjakan
sekurang-kurangnnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan
dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang
karyawan.
Perusahaan yang menggunakan
teknologi tinggi harus mepekerjakan sekurang-kurangnnya 1 (satu) orang
penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang
bersangkutan walaupun jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.
Perlakuan yang sama diartikan sebagai perlakuan yang tidak diskriminatif
termasuk di dalamnya kesamaan pengupahan untuk pekerjaan dan jabatan yang sama.
Barang siapa dengan sengaja
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 14 diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Tindak pidana dimaksud adalah
pelanggaran ( Pasal 28).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial yang antara lain melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat pada
hekekatnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Oleh karena itu diharapkan semua
unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan kesamaan kesempatan
tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi sosialnya
dalam arti mampu bersinergi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam
hidup bermasyarakat, bermartabat.
Perlu dikembangkan dan ditingkatkan
kesamaan kesempatan melalui penyediaan aksesibilitas, yang dalam pelaksanaannya
disertai dengan upaya peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dan
pemerintah terhadap keberadaan penyandang cacat yang merupakan unsur penting
dalam rangka pemberdayaan penyandang cacat.
*) Ketua Jurusan PLB FIP UNP, Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Sumbar, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus (APPKhI) Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Konvensi Hak
Penyandang Cacat dan Protokol Operasional Terhadap Konvensi 2007 (Kesepakatan
Majelis UmumPBB)
Permen
Diknas No 70 tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif
Undang-undang
RI. No 4 Tahun 1997, tentang Penyandang Cacat
Undang-Undang
No 20 tahun 2003, tentang Sisdiknas
Keputusan
Menteri Sosial RI.No 113/HUK/2009. Tentang Panitia Nasional Hari Internasional
Penyandang Cacat tahun 2009
Undang-Undang
No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
No comments:
Post a Comment