Friday 2 September 2016

Makalah Guru Profesional

PENDAHULUAN
 1.      LATAR BELAKANG
            Salah satu perubahan mendasar dalam bidang pendidikan nasional adalah lahirnya peraturan pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (SNP). Opini beserta penjabarannya dalam Permendiknas dijadikan pedoman oleh semua pihak dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi pendidikan termasuk dalam implementasi KTSP. Seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai pengajar, pembimbing, pendidik, dan pelatih bagi para siswa, tentunya dituntut untuk memahami dan menguasai tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang – orang yang terkait dengan dirinya, terutama perilaku siswanya dengan segala aspek, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif dan efisien yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan.
Menyikapi peluang dan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa sekarang dan mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Sebagai mana terletak dalam undang – undang guru dan dosen (pasal 1, ayat 1 dan 3) sebagai berikut:
Ayat 1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Ayat 3. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Dalam kenyataannya kondisi kesejahteraan guru yang tidak mencukupi, guru akan terdorong untuk banyak memberi perhatian pada kegiatan lain diluar tugas pokoknya sebagai kondisi yang memaksanya secara kurang efektif dan kurang efisien. Perhatian tersebut langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi pengabdian, loyalitas dan dedikasi guru, yang tidak dapat dielakkan karena tuntutan mempertahankan dan menyelamatkan kehidupan diri dan keluarganya masing – masing. Kenyataan menunjukkan dalam kondisi kesejahteraan guru yang relative rendah, kerap kali guru tidak dapat mengatasi kekurangan fasilitasnya, bukan karena tidak kreatif dan rendah inisiatifnya, tetapi sudah kehabisan waktu untuk kepentingan mengatasi kesulitan ekonominya memenuhi kebutuhan keluarganya.
Setelah guru pada saat sekarang ini dalam menerapkan KTSP mendapatkan dukungan institusional, sehingga selanjutnya yang perlu dipersiapkan guru adalah berkaitan dengan pendekatan belajar yang menjadi otonomi professional keguruan.
2.      KEMANDIRIAN GURU
Guru merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan kurikulum dan implementasinya dalam pembelajaran. Sebab bagaimanapun baiknya suatu kurikulum jika tidak ditunjang oleh pemahaman dan kompetensi guru maka dalam implementasinya disekolah akan menemukan kegagalan, bahkan kurikulum tersebut akan “layu sebelum berkembang”. Oleh karena itu, untuk menyukseskan implementasi KTSP perlu ditunjang oleh guru yang berkualitas, yang mampu menganalisis, menafsirkan dan mengaktualisasikan pesan – pesan kurikulum ke dalam pribadi peserta didik.
Menurut Oemar Hamalik (2004) mengatakan bahwa ada beberapa syarat menjadi guru profesional, yaitu harus memliki:
  1. Bakat sebagai guru
  2. Keahlian sebagai guru
  3. Kepribadian yang baik dan terintegrasi
  4. Mental yang sehat
  5. Berbadan sehat
  6. Pengalaman dan pengeahuan yang luas
  7. Guru adalah manusia berjiwa pancasila
  8. Guru adalah seorang warga negara yang baik
Berdasarkan keprofesionalan guru tersebut, menurut Hamalik ada beberapa yang menjadi tanggung jawab guru yaitu:
  1. Guru harus menuntut siswanya belajar, maksudnya adalah guru harus merencanakan pembelajaran dan juga harus membimbing siswanya agar memperoleh keterampilan – keterampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan – kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap yang serasi.
  2. Turut membina kurikulum sekolah, maksudnya adalah guru harus mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
  3. Melakukan pembinaan terhadap diri siswa ( kepribadian, watak, dan jasmaniah). Dalam hal ini, guru mengembangkan watak dan kepribadian siswanya sehingga mereka memiliki kebiasaan, sikap, cita – cita, berpikir dan berbuat, berani dan bertanggung jawab, ramah dan mau bekerja sama, bertindak atas dasar nilai – nilai moral yang tinggi.
  4. Memberikan bimbingan kepada siswa, agar siswa mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang baik.
  5. Melakukan diagnosa atas kesulitan – kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar siswa. Oleh karena itu, guru bertanggung jawab menyesuaikan semua situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan siswa dan dalam penilaiannya guru harus mampu menyusun tes objektif, menggunakannya secara inteligen, melakukan obervasi  secara kritis serta melaksanakan usaha – usaha perbaikan (remedial), sehingga siswa mampu menghadapi masalah – masalah sendiri dan tercapainya perkembangan pribadi yang seimbang.
  6. Menyelenggarakan penelitian, karena seorang guru bergerak dalam bidang ilmu kependidikan. Jadi seorang guru harus senantiasa memperbaiki cara bekerjanya. Tidak cukup melakukan sebagai rutinitas saja, melainkan juga harus berusaha menghimpun banyak data melalui penelitian yang kontinu dan intentsif.
  7. Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif, hal ini dilakukan agar guru dapat memahami dengan baik tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat, dan kebutuhan masyarakat sehingga guru dapat mengenal siswa dan menyesuaikan pelajarannya secara aktif karena perkembangan sikap, minat dan aspirasi anak sangat banyak dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya.
  8. Menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila, karena pancasila merupakan pandangan hidup bangsa yang mendasari semua sendi – sendi hidup dan kehidupan nasional, baik individu maupun masyarakat kecil sampai dengan kelompok sosial yang terbesar termasuk sekolah.
  9. Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia, jadi guru harus mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang baik memiliki rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Para siswa juga perlu menyadari bahwa persahabatan antar bangsa sangat diperlukan guna memupuk perdamaian dunia.
  10. Turut menyukseskan pembangunan. Jadi, dalam hal ini seorang guru harus membantu menciptakan siswa menjadi manusia seutuhnya.
  11. Tanggung jawab meningkatkan peranan professional, karena tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh seorang guru maka kiranya sulit bagi guru mengembangkan dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik.
B.     PEMBAHASAN
1.      IMPELEMENTASI KTSP
Implementasi KTSP adalah bagaimana menyampaikan pesan – pesan kurikulum kepada peserta didik untuk membentuk kompetensi mereka sesuai dengan karakteristik dan kemampuan masing – masing. Tugas guru dalam implementasi KTSP adalah bagaimana memberikan kemudahan (facilitiate of learning) kepada peserta didik, agar mereka mampu berinteraksi dengan lingkungan eksternal sehingga terjadi perubahan perilaku sesuai dengan yang dikemukakan salam standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL).
a.      Hakikat Implementasi KTSP
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Berdasarkan defenisi implementasi tersebut, maka implementasi KTSP adalah sebagai suatu proses penerapan, ide, konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Menurut Mulyasa
(2009) dalam implementasi kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
  • Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan.
  • Startegi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi yang merupakan kegiatan – kegiatan yang dapat mendorong penggunanya dilapangan.
  • Karakteristik pengguna kurikulum, meliputi pengetahuan, keeterampilan, nilai dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran.
 b.      Pelaksanaan Pembelajaran dalam KTSP
Implementasi KTSP akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, yakni bagaimana agar isi atau pesan – pesan kurikulum (SK-KD) dapat dicerna oleh peserta didik secara tepat dan optimal. Guru harus berupaya agar peserta didik dapat membentuk kompetensi dirinya sesuai dengan apa yang digariskan dalam kurikulum, sebagaimana dijabarkan dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam hal ini akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik, maka tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku tersebut.
Menurut Claire Weinstein dan Richard Meyer (1986), dalam implementasi kurikulum yang baik adalah guru harus mengajarkan siswa tentang cara belajar, cara mengingat, cara berpikir dan cara memotivasi diri sendiri, dan hal tersebut lebih ditegaskan lagi oleh Norman yang mengatakan bahwa keberhasilan siswa sangat bergantung pada kemahiran mereka untuk belajar secara mandiri dan untuk memantau cara belajar mereka sendiri. Oleh karena itu seorang guru harus dapat menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.
Saylor (Mulyasa, 2009 ) mengatakan bahwa “ instruction is thus the implementation plan, usually, but not necessarily, involving teaching in the sense of student, teacher interaction in an educational setting”. Dalam hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, oleh karena itu guru harus menguasai prinsip – prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pengajaran, keterampilan menilai hasil belajar, serta memilih dan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran.
Pembelajaran KTSP memiliki dua karakteristik yaitu”
  1. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental peserta didik secara maksimal, bukan hanya menuntut, mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas peserta didik dalam proses berpikir.
  2. Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
2.      TUGAS DAN PERAN GURU DALAM KTSP
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik ke arah kedewasan, kematangan dan kemandirian, sehingga seringkali guru dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi harus juga memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik.
KTSP merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Menurut Martini Yamin (2009, 75) kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan siswa yang mencakup tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pembelajaran yang berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang memiliki standar, standar yang dimaksud adalah acuan bagi guru tentang kemampuan yang menjadi focus pembelajaran dan penilaian. Jadi, proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan berbasis kompetensi adalah proses pendeteksian kemampuan dasar siswa untuk memudahkan terciptanya suatu tujuan secara teoritis dan praktis.
Pemberian pengalaman belajar yang bertumpu pada KTSP berbasis kompetensi dilaksanakan dengan pendekatan berpusat pada anak sebagai pembangunan pengetahuan, sebagai subjek yang melakukan transformasi belajar bukan sebagai objek yang pasif menunggu instruksi dari gurunya. Proses pembelajaran diselenggarakan dengan memandirikan siswa untuk belajar (seperti yang dikatakan oleh Claire Weinstein dan Richard Meyer), berkolaborasi dengan peserta didik lainnya, mengadakan pengamatan dan menilai hasil belajar sendiri untuk suatu refleksi, mendorong peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjukkan pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan, karena itu guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi. Aspek psikologis menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memilik perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Aspek didaktis menunjukkan pada pengaturan belajar peserta didik dalam kelas agar tercipta pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Ada beberapa peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran yaitu:
  1. Guru sebagai sumber belajar
Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga ia benar – benar berperan sebagai sumber belajar bagi peserta didik. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Ketidakpahaman guru tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku – perilaku tertentu, misalnya teknis penyampaian materi yang monoton, ia lebih sering duduk dikursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dll. Perilaku yang demikian dapat menyebabkan hilangnya kepercayaa pada diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan kelas.
Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan tiga hal yaitu;
–          Guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak daripada siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa, karena dalam perkembangan teknologis informasi yang sangat cepat bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan guru dalam hal penguasaan informasi.
–          Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa.
–          Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core) yang wajib dipelajari oleh siswa, mana materi tambahan. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.
1. Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran disekolah dan kehidupan bermasyarakat. Berkaitan dengan wibawa, guru harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Sedangkan disiplin, guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten atas dasar kesadaran professional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan peserta didik disekolah, terutama dalam pembelajaran.
2. Guru sebagai pembelajar
Sekarang ini, perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar karena, peserta didik bisa belajar dari berbagai sumber yaitu; radio, telivisi, berbagai macam film pembelajaran bahkan program internet  atau e – learning.
3. Guru sebagai pembimbing
Guru diharapkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Jadi, sebagai pembimbing guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan perjalanan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh dalam aspek setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakan. Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
4. Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, karena tanpa latihan pesert didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing – masing. Pelatihan yang dilakukan harus juga memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungan.
5. Guru sebagai penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat. Agar guru menyadari perannya sebagai penasehat secara lebih mendalam makaa ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Pendekatan psikologis dan kesehatan mental akan banyak menolong guru dalam menjalankan perannya sebagai penasehat, yang telah banyak dikenal bahwa ia banyak membantu peserta didik untuk dapat membuat keputusan sendiri.
6. Guru sebagai agen pembaharu (innovator)
Inovasi pendidikan dilakukan guna memecahkan masalah yang dihadapi, agar dapat memperbaiki mutu pendidikan secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk peran serta yang dapat dilakukan guru terhadap inovasi adalah sebagai agen pembaharuan. Oleh karena itu, guru harus mampu menerjemahkan pengalaman yang telah lalu kedalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain maka guru menjadi jembatan jurangn tersebut bagi peserta didik, jika tidak  maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
7. Guru sebagai model dan teladan
Guru merupakan model dan teladan bagi peserta didik. Oleh karena itu, pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya. Ada beberapa hal yang mendapat perhatian guru dalam perannya  sebagai model dan teladan yaitu; penggunaan gaya bahasa guru dalam berbicara, gaya kebiasaan guru bekerja, sikap guru melalui pengalaman dan kesalahan yang dilakukan, pakaian yang menampakkan ekspresi seluruh kepribadian, hubungan kemanusiaan (dalam hal pergaulan, intelektual moral, terutama bagaimana berperilaku), proses berpikir dalam hal menghadapi dan memecahkan masalah, dalam hal pengambilan keputusan, kesehatan (semangat, sikap tenang, antusias dll).
Mengimplementasikan peran dan tugas guru tersebut dalam KTSP dalam kelas akan ditemukan hambatan – hambatan, salah satunya yang sering kali terjadi datangnya dari siswa seperti mengganggu temannya yang sedang belajar, hal ini terjadi karena kekurang sandaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota kelas. Oleh karena itu, sebaiknya guru membuat perjanjian dengan siswa mengenai peraturan dan prosedur dalam kelas pada awal tahun secara bersama – sama.
Menurut Emmer, Evertson, dan Worsharn (2003) mengatakan bahwa aturan-aturan dan prosedur berbeda-beda di setiap kelas tetapi yang pasti di semua kelas aturan – aturan dan prosedur dikelola secara efektif, karena tidak mungkin bagi seorang guru atau bagi siswa dalam melakukan instruksi agar dapat bekerja secara produktif jika mereka tidak mempunyai pedoman dan prosedur tidak yang efisien dan tidak adanya rutinitas untuk aspek umum dalam kelas dapat menghambat poses pembelajaran dan menyebabkan perhatian siswa serta minatnya memudar. Oleh karena itu, sangat penting menegakkan peraturan dan prosedur dalam kelas seperti yang disebutkan dihampir setiap diskusi tentang pengelolaan kelas yang efektif. Tahapan – tahapan yang dapat dilakukan dalam membuat peraturan dan prosedur dalam kelas adalah:
–          Guru harus mempertimbangkan desain fisik ruang kelas sebelum siswa datang ke kelas.
–          Membuat aturan dan prosedur dalam kelas bersama – sama dengan siswa.
–          Berinteraksi dengan siswa Tentang Kelas Aturan dan Prosedur.
–          Mereview secara berkala Aturan dan Prosedur.
–          Membuat rapat kelas yang dapat berguna dalam menyusun desain dan pemeliharaan peraturan dan prosedur.
C.    KESIMPULAN DAN SARAN
1.      KESIMPULAN
Menyikapi peluang dan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa sekarang dan mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya.  Oleh karena itu, kondisi kesejahteraan guru harus dipenuhi agar guru terdorong untuk banyak memberi perhatian kepada anak didiknya dan lebih mempersiapkan diri dalam proses pembelajaran sehingga kondisi proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien. Guru merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan kurikulum dan implementasinya dalam pembelajaran.
Dalam implementasi kurikulum yang baik adalah guru harus mengajarkan siswa tentang cara belajar, cara mengingat, cara berpikir dan cara memotivasi diri sendiri. Proses pembelajaran berbasis kompetensi adalah proses pendeteksian kemampuan dasar siswa untuk memudahkan terciptanya suatu tujuan secara teoritis dan praktis. Jadi, seorang guru harus dapat menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan.
2.      SARAN
Untuk meningkatkan keprofesionalan guru, maka guru harus memahami peran dan tugasnya sebagai seorang guru yaitu sebagai sumber belajar, pendidik, pembelajar, pembimbing, pelatih, penasehat, agen pembaharu (innovator) serta sebagai model dan teladan.



1. Pengertian Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam KamusInggris Indonesia, .profession berarti pekerjaan. Arifin dalam bukuKapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandungarti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukankeahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.2Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yangartinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Menurut Martinis Yamin profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.4 Jasin Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan yang ahli.. Pengertian profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kusnandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna Adapun mengenai kata .Profesional., Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata profesional. itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan. Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus.9 Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah berpengalaman dalam mengajar Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru Fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah menjadi sumber mata pencaharian.
2. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
  1. mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
  2. menunggu peserta didik berperilaku negatif,
  3. menggunakan destruktif discipline,
  4. mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
  5. merasa diri paling pandai di kelasnya,
  6. tidak adil (diskriminatif), serta
  7. memaksakan hak peserta didik  (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
  1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
  2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
  3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
  4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan oleh factor ekspernal lainnya. Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah) dan orang tua. Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi. Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
  1. kasih sayang,
  2. penghargaan,
  3. pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
  4. kepercayaan,
  5. kerjasama,
  6. saling berbagi,
  7. saling memotivasi,
  8. saling mendengarkan,
  9. saling berinteraksi secara positif,
  10. saling menanamkan nilai-nilai moral,
  11. saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
  12. saling menularkan antusiasme,
  13. saling menggali potensi diri,
  14. saling mengajari dengan kerendahan hati,
  15. saling menginsiprasi,
  16. saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.
3. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional

Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b. Kompetensi Kepribadian.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c. Kompetensi Profesioanal.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan
d. Kompetensi Sosial.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar. Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki .personality attributes. dan .teacher knowledge. yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia apat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya. Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. Latar belakang pre-service dan in-service guru.
b. Pengalaman mengajar guru.
c. Penguasaan pengetahuan keguruan.
d. Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP).
b. Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas.
c. Kemampuan guru dalam mengelola kelas.
3. Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut. Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya. Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini dijabarkan menjadi:
a. Kemampuan profesional mencakup:
1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru.
c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:
1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai seyogianya dianut oleh seseorang guru.
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis oleh Yunus Namsa mengemukakan pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
a. Menguasai bahan meliputi:
1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah;
2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi;
b. Mengelola program belajar mengajar, meliputi :
1) Merumuskan tujuan intsruksional;
2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat;
3) Melaksanakan program belajar mengajar;
4) Mengenal kemampuan anak didik;
c. Mengelola kelas, meliputi:
1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;
2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;
d. Menggunakan media atau sumber, meliputi:
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media;
2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;
3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar;
4) Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
f. Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan:
i. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan;
j. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;
k. Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah;
l. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut:
a. Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar.
c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas dalam rangka CBSA, dan menciptakan iklim belajar yang efektif.
d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
f. Merencanakan program pengajaran.
g. Mengelola interaksi belajar mengajar.
h. Menguasai macam-macam metode mengajar.
i. Menilai kemampuan prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
j. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
k. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.
l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran.
Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28) menegaskan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:
a. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
1) Kompetensi pedagogik;
2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi profesional; dan
4) Kompetensi sosial.
d. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
e. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dalam PERMENDIKNAS RI No. 16 Tahun. 2007 (Pasal 1 dan 2) mengenai Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dijelaskan pula bahwa:
Pasal 1
a. Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
b. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 2
Ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik diploma (D-IV) atau Sarjana (S1) akan diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

4. Pengertian dan Kedudukan Kurikulum KTSP

Menurut arti etimologi “Curriculum” berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu kata “Curere” yang berarti jarak yang harus ditempuh (Subandiyah, 1993: 1). Kurikulum dalam pengertian lama adalah : “Sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan 11 tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkatan (degree)” (Nasution, 1998: 7, Dimyati dan Mudjiono, 1999, Soetjipto dan Kosasi, 1999).Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, BAB I, Pasal 1,
Ayat 19 menegaskan bahwa yang dimakksud kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Beauchamp (1975: 7) mengatakan bahwa : ”Curriculum is written document which may contain many ingredient but basically it is a plan for the education of pupil during their enrollment in a given school”. Sejalan dengan definisi tersebut di atas Hilda Taba (1962: 11) dalam bukunya : “Curriculum Development, Theory and Practice: mengartikan kurikulum sebagai : “Plan for Learning; therefore, what is known about the learning process and the development of individual has bearing on the shaping a curriculum”. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan yang dipergunakan untuk pembelajaran peserta didik. Hass, 1974: 4) memberikan batasan yang lebih luas : “ Curriculum is defined as “all of the planned experience that leaners have under the school’s guidance” it includes, of cours, all school activities and planned school service such as the library, health care, assemblies, the food service and lunchrooms, and field trips”. Kurikulum adalah seluruh pengalaman peserta didik yang direncanakan atas bimbingan langsung sekolah, termasuk sejumlah mata pelajaran, dan segala aktivitas dan perencanaan sekolah, seperti pelayanan kepustakaan, menjaga kesehatan, mengadakan pertemuan, menyediakan ruang makan siang serta mengadakan karyawisata. Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Prinsip-prinsip pengembangan KTSP adalah:
(a) Berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungan;
(b) Beragam dan terpadu;
(c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi dan seni budaya;
(d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(e) Menyeluruh dan berkesinambungan;
(f) Belajar sepanjang hayat;
(g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Dari berbagai rumusan tersebut di atas dapat diperoleh rumusan pengertian kurikulum, di antaranya:
 (1) Kurikulum dapat dipandang sebagai program, sebagai kegiatan pembelajaran yang dikehendaki dan sebagai pengalaman belajar;
(2) Kurikulum sebagai program meliputi semua peristiwa di sekolah yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan;
(3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan belajar yang direncanakan bukan saja mementingkan bahan (what is to be learned) tetapi juga mementingkan proses bagaimana belajarnya peserta didik;
 (4) Kurikulum sebagai pengalaman belajar meliputi pengalaman peserta didik yang dilakukan setiap hari;
(5) Kurikulum sebagai program yang tidak tertulis yang perlu direncanakan guru untuk membantu dalam mengimplementasikan program pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sejarah mencatat sejak tahun 1968 telah terjadi 6 kali perubahan kurikulum yakni kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 kurikulum KTSP. Pembaruan kurikulum dilakukan bukan berarti ganti menteri ganti kurikulum, namun disebabkan adanya perubahan dalam masyarakat, eksploitasi Ilmu Pengetahuan/Teknologi, Seni, Budaya dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum (Nasution, 1988: 219, Wachidi, 2006: 1-7). Perubahan Kurikulum tersebut, merupakan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan. Kurikulum berubah dikarenakan kurikulum mempunyai “kedudukan sentral” dalam proses pendidikan (Sukmadinata, 1997: 4, Sumantri, 1988: 24). Di samping itu, perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ilakukan oleh pemerintah, dikarenakan adanya perubahan teori pembelajaran yang baru, pendekatan pembelajaran yang baru dan adanya perubahan paradigm baru dalam manajemen pendidikan dari sistem sentralistik menuju desentralistik. Dalam dimensi lembaga, kurikulum berfungsi sebagai rencana tertulis yang dipergunakan sebagai pedoman lembaga dalam penyelenggaraan pendidikan. Dimensi kelas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dimensi masyarakat, kurikulum berfungsi untuk memberikan kritik yang konstruktif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 tahun (2003: 6), Bab II, Pasal 3 mengamanatkan bahwa : “ … Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

5. Peran Guru dalam Mengembangkan Kurikulum KTSP

Perubahan KTSP menuntut para pelaksana pendidikan untuk memahami, merencanakan, mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasinya dalam proses pendidikan. Para pelaksana pendidikan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan, antara lain, kepala sekolah, guru, siswa, orang tua dan karyawan. Guru adalah merupakan salah satu bahkan satu-satunya yang mempunyai kedudukan sentral dan strategis dalam merencanakan, pengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kompetensi dalam mengembangkan kurikulum yang sedang berlaku.Setelah KTSP diberlakukan diberbagai jenis dan jenjang pendidikan Dasar dan Menengah di seluruh sekolah di Indonesia, maka seluruh jenis dan jenjang pendidikan tersebut masing-masing satuan pendidikan wajib merencanakan, mengembangkan, melaksanakannya dan mengevaluasinya. Kemudian apa peran guru dalam mengembangkan kurikulum KTSP? Dalam dimensi institusi guru berperan untuk mengembangkan visi, misi institusi, merumuskan tujuan institusi, menentukan stuktur program, jenis muatan local, kalender pendidikan, pengembangan diri dan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dalam dimensi kelas, guru harus mengembangkan silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), media pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran, system evaluasi yang digunakan. Berkaitan dengan kemampuan guru, tidak semua guru mampu mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan (Knowledges), keterampilan (Skills), Nilai dan sikap (Values/attitudes) yang kurang memadai. Di samping itu, disebabkan oleh kurangnya kepedulian guru dalam menanggapi inovasi KTSP secara leluasa dalam mengembangkan dan menerapkan kurikulum dalam kelas. Oleh karena itu, implementasi KTSP hampir seluruhnya bergantung : “Kreativitas, kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru” (Sukmadinata, 1997: 2). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa guru-guru pada tingkat pendidikan Dasar dan Menengah dalam menghadapi inovasi kurikulum baru kurang adanya kesungguhan, ketekunan, kecakapan dan kurang adanya kreativitas dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Demikian juga adanya suatu hasil peneltian tingkat kepedulian guru-guru IPS Sekolah Dasar, guru IPS sekolah Menengah Pertama dan guru IPS Sekolah Menengah Atas di kota Bengkulu masih tergolong rendah (Wachidi, 2008). Untuk itu, guru dituntut untuk sunguh-sungguh mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP secara profesional. masing-masing satuan pendidikan. Begitu penting peran guru dalam pelaksanaan kurikulum sehingga untuk keberhasilan KTSP itu sendiri maka guru diharapkan untuk kreatif, inovatif, mandiri dan mampu bekerja sama dengan komponen pembelajaran yang lain. Peran guru yang optimal akan semakin memperbesar keberhasilan penerapan KTSP dalam setiap satuan pendidikan dimana guru sebagai pengembang kurikulum Dalam hal pengembangan kurikulum (KTSP) peran guru juga penting, yakni dalam hal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Fungsi dari RPP adalah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih terarah dan berjalan secara efektif dan efisien. Guru merupakan pengembang kurikulum bagi kelasnya, yang akan meterjemahkan, menjabarkan, dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada peserta didik. Di dalam melakukan kewajibannya guru harus memiliki dan menguasai seperangkat kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab profesinya. Hal ini dikarenakan guru merupakan ujung tombak yang menentukan tingkat keberhasilan impelentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan hasil suatu pengamatan, hasil wawancara, dan hasil dokumentasi, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan KTSP sudah baik. Sejumlah guru pernah mendapatkan pelatihan khusus mengenai KTSP yang diadakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan menularkan apa yang di dapat ke teman sejawat. Meskipun ada sejumlah guru yang belum begitu paham mengenai KTSP. Hal ini dapat dilihat dari silabus dan RPP yang dibuat oleh guru sudah sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Walaupun ada beberapa bagian yang masih belum sesuai sebagai akibat kekurantelitian guru. Namun ada beberapa kendala dalam proses penyusunan silabus dan RPP ini, seperti rasa malas dan kurangnya sarana dan parasana yang dimiliki oleh sekolah. Rasa malas yang muncul pada diri guru merupakan hal yang lumrah. Namun kendala tersebut jangan dijadikan kebiasaan. Harus ada moivasi dari diri sendiri atau orang lain sehingga rasa malas tersebut bisa hilang. Adanya reward khusus bagi guru yang menyelesaikan silabus dan RPP tepat pada waktunya, bisa menjadi salah satu jalan keluar yang baik untuk meningkatkan motivasi guru dalam menyelesaikan silabus dan RPP. Selain itu peran kepala sekolah atau teman sejawat juga bisa menolong meningkatkan motivasi tersebut. Kurangnya pemahaman guru bisa diatasi dengan cara guru saling berbagi informasi dengan guru dari sekolah dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Guru juga bisa mengikuti diklat khusus pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Terbatasnya komputer yang dimiliki di ruang guru bukanlah suatu kendala berarti. Fasilitas tersebut bisa digunakan oleh seluruh masyarakat sekolah dan bukan dikhususkan untuk peserta didik saja. Dengan adanya berbagai kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah ini guru menjadi lebih kreatif untuk mengatasinya sehingga pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar tidak lagi mengalami hambatan. Untuk mengatasi kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah tidak berpangku tangan saja. Beberapa sekolah sudah berusaha untuk mengatasai kendala tersebut dengan cara mengajukan beberapa proposal untuk mendapatkan sejumlah dana untuk melengkapi kekurangan sarana dan prasarana yang dimiliki. Namun kurangnya kendala ini seharusnya dapat menimbulkan kreativitas guru. Guru dituntut untuk kreatif agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung walaupun tidak ada fasilitas yang dimiliki. Sebagai contoh apabila peserta didik tidak memperoleh referensi mengenai tugas sekolahnya di perpustakaan. Peserta didik dapat mencari referensi lain dari internet yang bisa diakses gratis oleh peserta didik di ruang komputer. Selain itu pemberian tugas tersruktur dan tidak tersruktur yang dirasa masih membingungkan sejumlah guru. Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang didesain oleh pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi dan atau kemampuan lainnya pada kegiatan tatap muka. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik. Penugasan terstruktur termasuk kegiatan perbaikan, pengayaan, dan percepatan. Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang didesain oleh pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi mata pelajaran atau lintas mata pelajaran atau kemampuan lainnya yang waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Guru bisa mengakses internet untuk mencari informasi mengenai tugas terstruktur dan tugas tidak terstruktur. Di dalam internet biasanya ada suatu website khusus untuk saling berbagi informasi mengenai pendidikan dari banyak guru dari berbagai pelosok di Indonesia. Kita bisa dapat mengambil sedikit apa yang kita butuhkan kemudian disesuaikan dengan keadaan di sekolah.



No comments:

Post a Comment