PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Salah satu
perubahan mendasar dalam bidang pendidikan nasional adalah lahirnya peraturan
pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan (SNP).
Opini beserta penjabarannya dalam Permendiknas dijadikan pedoman oleh semua
pihak dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi pendidikan termasuk dalam implementasi KTSP. Seorang guru dalam
menjalankan perannya sebagai pengajar, pembimbing, pendidik, dan pelatih bagi
para siswa, tentunya dituntut untuk memahami dan menguasai tentang berbagai
aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang – orang yang terkait dengan
dirinya, terutama perilaku siswanya dengan segala aspek, sehingga dapat
menjalankan tugas dan perannya secara efektif dan efisien yang pada gilirannya
dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan.
Menyikapi
peluang dan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
sekarang dan mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya. Sebagai mana terletak dalam undang – undang guru dan dosen
(pasal 1, ayat 1 dan 3) sebagai berikut:
Ayat 1. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Ayat 3.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
Dalam
kenyataannya kondisi kesejahteraan guru yang tidak mencukupi, guru akan
terdorong untuk banyak memberi perhatian pada kegiatan lain diluar tugas
pokoknya sebagai kondisi yang memaksanya secara kurang efektif dan kurang
efisien. Perhatian tersebut langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi
pengabdian, loyalitas dan dedikasi guru, yang tidak dapat dielakkan karena
tuntutan mempertahankan dan menyelamatkan kehidupan diri dan keluarganya masing
– masing. Kenyataan menunjukkan dalam kondisi kesejahteraan guru yang relative
rendah, kerap kali guru tidak dapat mengatasi kekurangan fasilitasnya, bukan
karena tidak kreatif dan rendah inisiatifnya, tetapi sudah kehabisan waktu
untuk kepentingan mengatasi kesulitan ekonominya memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Setelah guru
pada saat sekarang ini dalam menerapkan KTSP mendapatkan dukungan
institusional, sehingga selanjutnya yang perlu dipersiapkan guru adalah
berkaitan dengan pendekatan belajar yang menjadi otonomi professional keguruan.
2.
KEMANDIRIAN GURU
Guru
merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan kurikulum dan
implementasinya dalam pembelajaran. Sebab bagaimanapun baiknya suatu kurikulum
jika tidak ditunjang oleh pemahaman dan kompetensi guru maka dalam
implementasinya disekolah akan menemukan kegagalan, bahkan kurikulum tersebut
akan “layu sebelum berkembang”. Oleh karena itu, untuk menyukseskan
implementasi KTSP perlu ditunjang oleh guru yang berkualitas, yang mampu
menganalisis, menafsirkan dan mengaktualisasikan pesan – pesan kurikulum ke
dalam pribadi peserta didik.
Menurut
Oemar Hamalik (2004) mengatakan bahwa ada beberapa syarat menjadi guru
profesional, yaitu harus memliki:
- Bakat sebagai guru
- Keahlian sebagai guru
- Kepribadian yang baik dan
terintegrasi
- Mental yang sehat
- Berbadan sehat
- Pengalaman dan pengeahuan yang luas
- Guru adalah manusia berjiwa
pancasila
- Guru adalah seorang warga
negara yang baik
Berdasarkan
keprofesionalan guru tersebut, menurut Hamalik ada beberapa yang menjadi
tanggung jawab guru yaitu:
- Guru harus menuntut siswanya
belajar, maksudnya adalah guru harus merencanakan pembelajaran dan juga
harus membimbing siswanya agar memperoleh keterampilan – keterampilan,
pemahaman, perkembangan berbagai kemampuan, kebiasaan – kebiasaan yang
baik, dan perkembangan sikap yang serasi.
- Turut membina kurikulum sekolah,
maksudnya adalah guru harus mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
- Melakukan pembinaan terhadap
diri siswa ( kepribadian, watak, dan jasmaniah). Dalam hal ini, guru
mengembangkan watak dan kepribadian siswanya sehingga mereka memiliki
kebiasaan, sikap, cita – cita, berpikir dan berbuat, berani dan
bertanggung jawab, ramah dan mau bekerja sama, bertindak atas dasar nilai
– nilai moral yang tinggi.
- Memberikan bimbingan kepada
siswa, agar siswa mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan masalahnya
sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang
baik.
- Melakukan diagnosa atas
kesulitan – kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan
belajar siswa. Oleh karena itu, guru bertanggung jawab menyesuaikan semua
situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan siswa dan
dalam penilaiannya guru harus mampu menyusun tes objektif, menggunakannya
secara inteligen, melakukan obervasi secara kritis serta
melaksanakan usaha – usaha perbaikan (remedial), sehingga siswa mampu
menghadapi masalah – masalah sendiri dan tercapainya perkembangan pribadi
yang seimbang.
- Menyelenggarakan penelitian,
karena seorang guru bergerak dalam bidang ilmu kependidikan. Jadi seorang
guru harus senantiasa memperbaiki cara bekerjanya. Tidak cukup melakukan
sebagai rutinitas saja, melainkan juga harus berusaha menghimpun banyak
data melalui penelitian yang kontinu dan intentsif.
- Mengenal masyarakat dan ikut
serta aktif, hal ini dilakukan agar guru dapat memahami dengan baik
tentang pola kehidupan, kebudayaan, minat, dan kebutuhan masyarakat
sehingga guru dapat mengenal siswa dan menyesuaikan pelajarannya secara
aktif karena perkembangan sikap, minat dan aspirasi anak sangat banyak
dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya.
- Menghayati, mengamalkan, dan
mengamankan Pancasila, karena pancasila merupakan pandangan hidup bangsa
yang mendasari semua sendi – sendi hidup dan kehidupan nasional, baik
individu maupun masyarakat kecil sampai dengan kelompok sosial yang terbesar
termasuk sekolah.
- Turut serta membantu
terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia, jadi guru
harus mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang baik memiliki rasa
persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Para siswa juga perlu menyadari
bahwa persahabatan antar bangsa sangat diperlukan guna memupuk perdamaian
dunia.
- Turut menyukseskan pembangunan.
Jadi, dalam hal ini seorang guru harus membantu menciptakan siswa menjadi
manusia seutuhnya.
- Tanggung jawab meningkatkan
peranan professional, karena tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang
dimiliki oleh seorang guru maka kiranya sulit bagi guru mengembangkan dan
melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik.
B.
PEMBAHASAN
1.
IMPELEMENTASI KTSP
Implementasi
KTSP adalah bagaimana menyampaikan pesan – pesan kurikulum kepada peserta didik
untuk membentuk kompetensi mereka sesuai dengan karakteristik dan kemampuan
masing – masing. Tugas guru dalam implementasi KTSP adalah bagaimana memberikan
kemudahan (facilitiate of learning) kepada peserta didik, agar mereka mampu
berinteraksi dengan lingkungan eksternal sehingga terjadi perubahan perilaku
sesuai dengan yang dikemukakan salam standar isi (SI) dan standar kompetensi
lulusan (SKL).
a.
Hakikat Implementasi KTSP
Implementasi
merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam
suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap. Berdasarkan defenisi implementasi
tersebut, maka implementasi KTSP adalah sebagai suatu proses penerapan, ide,
konsep, dan kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas
pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Menurut Mulyasa
(2009) dalam implementasi kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
(2009) dalam implementasi kurikulum setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
- Karakteristik kurikulum, yang
mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi
pengguna dilapangan.
- Startegi implementasi, yaitu
strategi yang digunakan dalam implementasi yang merupakan kegiatan –
kegiatan yang dapat mendorong penggunanya dilapangan.
- Karakteristik pengguna
kurikulum, meliputi pengetahuan, keeterampilan, nilai dan sikap guru
terhadap kurikulum, serta kemampuannya untuk merealisasikan kurikulum
(curriculum planning) dalam pembelajaran.
b.
Pelaksanaan Pembelajaran dalam KTSP
Implementasi
KTSP akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran, yakni bagaimana agar isi atau
pesan – pesan kurikulum (SK-KD) dapat dicerna oleh peserta didik secara tepat
dan optimal. Guru harus berupaya agar peserta didik dapat membentuk kompetensi
dirinya sesuai dengan apa yang digariskan dalam kurikulum, sebagaimana
dijabarkan dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam hal ini akan
terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi
perubahan perilaku kearah yang lebih baik, maka tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku
tersebut.
Menurut
Claire Weinstein dan Richard Meyer (1986), dalam implementasi kurikulum yang
baik adalah guru harus mengajarkan siswa tentang cara belajar, cara mengingat,
cara berpikir dan cara memotivasi diri sendiri, dan hal tersebut lebih
ditegaskan lagi oleh Norman yang mengatakan bahwa keberhasilan siswa sangat
bergantung pada kemahiran mereka untuk belajar secara mandiri dan untuk
memantau cara belajar mereka sendiri. Oleh karena itu seorang guru harus dapat
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana yang telah
diprogramkan secara efektif dan menyenangkan.
Saylor
(Mulyasa, 2009 ) mengatakan bahwa “ instruction is thus the implementation
plan, usually, but not necessarily, involving teaching in the sense of student,
teacher interaction in an educational setting”. Dalam hal ini, guru harus
dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik
belum dapat membentuk kompetensi dasar, oleh karena itu guru harus menguasai
prinsip – prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan
dan penggunaan metode pengajaran, keterampilan menilai hasil belajar, serta
memilih dan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran.
Pembelajaran
KTSP memiliki dua karakteristik yaitu”
- Dalam proses pembelajaran
melibatkan proses mental peserta didik secara maksimal, bukan hanya
menuntut, mendengar, mencatat akan tetapi menghendaki aktivitas peserta
didik dalam proses berpikir.
- Dalam pembelajaran membangun
suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, pada
gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
2.
TUGAS DAN PERAN GURU DALAM KTSP
Dalam proses
pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membimbing
peserta didik ke arah kedewasan, kematangan dan kemandirian, sehingga
seringkali guru dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan
tugasnya seorang guru tidak hanya menguasai bahan ajar dan memiliki kemampuan
teknis edukatif, tetapi harus juga memiliki kepribadian dan integritas pribadi
yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik.
KTSP
merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Menurut Martini Yamin (2009, 75) kompetensi
adalah kemampuan yang dapat dilakukan siswa yang mencakup tiga aspek yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pembelajaran yang berbasis kompetensi
adalah pembelajaran yang memiliki standar, standar yang dimaksud adalah acuan
bagi guru tentang kemampuan yang menjadi focus pembelajaran dan penilaian.
Jadi, proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan berbasis kompetensi
adalah proses pendeteksian kemampuan dasar siswa untuk memudahkan terciptanya
suatu tujuan secara teoritis dan praktis.
Pemberian
pengalaman belajar yang bertumpu pada KTSP berbasis kompetensi dilaksanakan
dengan pendekatan berpusat pada anak sebagai pembangunan pengetahuan, sebagai
subjek yang melakukan transformasi belajar bukan sebagai objek yang pasif
menunggu instruksi dari gurunya. Proses pembelajaran diselenggarakan dengan
memandirikan siswa untuk belajar (seperti yang dikatakan oleh Claire Weinstein
dan Richard Meyer), berkolaborasi dengan peserta didik lainnya, mengadakan
pengamatan dan menilai hasil belajar sendiri untuk suatu refleksi, mendorong
peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, guru harus
menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena
melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis
menunjukkan pada kenyataan bahwa pembelajaran berlangsung dalam suatu
lingkungan pendidikan, karena itu guru harus mendampingi peserta didik menuju
kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi. Aspek psikologis
menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memilik
perkembangan yang berbeda, yang menuntut materi yang berbeda pula. Aspek
didaktis menunjukkan pada pengaturan belajar peserta didik dalam kelas agar
tercipta pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Ada beberapa
peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran yaitu:
- Guru sebagai sumber belajar
Peran
sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran.
Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan
baik, sehingga ia benar – benar berperan sebagai sumber belajar bagi peserta
didik. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang
sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan.
Ketidakpahaman guru tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku
– perilaku tertentu, misalnya teknis penyampaian materi yang monoton, ia lebih
sering duduk dikursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani kontak mata
dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dll. Perilaku yang demikian dapat
menyebabkan hilangnya kepercayaa pada diri siswa, sehingga guru akan sulit
mengendalikan kelas.
Sebagai
sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan tiga hal
yaitu;
–
Guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak daripada siswa. Hal ini untuk
menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan
dikaji bersama siswa, karena dalam perkembangan teknologis informasi yang
sangat cepat bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan guru dalam hal
penguasaan informasi.
–
Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa.
–
Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan
menentukan materi inti (core) yang wajib dipelajari oleh siswa, mana materi
tambahan. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.
1. Guru
sebagai pendidik
Guru adalah
pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik dan
lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi
tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
Berkaitan
dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui nilai, norma moral, dan sosial,
serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam
pembelajaran disekolah dan kehidupan bermasyarakat. Berkaitan dengan wibawa,
guru harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
Sedangkan disiplin, guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib
secara konsisten atas dasar kesadaran professional, karena mereka bertugas
untuk mendisiplinkan peserta didik disekolah, terutama dalam pembelajaran.
2. Guru
sebagai pembelajar
Sekarang
ini, perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas
menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan
kemudahan belajar karena, peserta didik bisa belajar dari berbagai sumber
yaitu; radio, telivisi, berbagai macam film pembelajaran bahkan program
internet atau e – learning.
3. Guru
sebagai pembimbing
Guru
diharapkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuannya
bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Jadi, sebagai pembimbing guru
harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan
perjalanan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu
dilakukan berdasarkan kerjasama dengan peserta didik, tetapi guru memberikan
pengaruh dalam aspek setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakan.
Istilah perjalanan merupakan suatu proses belajar, baik dalam kelas maupun
diluar kelas.
4. Guru
sebagai pelatih
Proses
pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual
maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, karena
tanpa latihan pesert didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi
dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai
dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih,
yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai
dengan potensi masing – masing. Pelatihan yang dilakukan harus juga
memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungan.
5. Guru
sebagai penasehat
Guru adalah
seorang penasehat bagi peserta didik meskipun mereka tidak memiliki latihan
khusus sebagai penasehat. Agar guru menyadari perannya sebagai penasehat secara
lebih mendalam makaa ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan
mental. Pendekatan psikologis dan kesehatan mental akan banyak menolong guru
dalam menjalankan perannya sebagai penasehat, yang telah banyak dikenal bahwa
ia banyak membantu peserta didik untuk dapat membuat keputusan sendiri.
6. Guru sebagai
agen pembaharu (innovator)
Inovasi
pendidikan dilakukan guna memecahkan masalah yang dihadapi, agar dapat
memperbaiki mutu pendidikan secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk peran
serta yang dapat dilakukan guru terhadap inovasi adalah sebagai agen
pembaharuan. Oleh karena itu, guru harus mampu menerjemahkan pengalaman yang
telah lalu kedalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini,
terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain
maka guru menjadi jembatan jurangn tersebut bagi peserta didik, jika
tidak maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang
berakibat tidak menggunakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
7. Guru
sebagai model dan teladan
Guru
merupakan model dan teladan bagi peserta didik. Oleh karena itu, pribadi dan
apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang
disekitar lingkungannya. Ada beberapa hal yang mendapat perhatian guru dalam
perannya sebagai model dan teladan yaitu; penggunaan gaya bahasa guru
dalam berbicara, gaya kebiasaan guru bekerja, sikap guru melalui pengalaman dan
kesalahan yang dilakukan, pakaian yang menampakkan ekspresi seluruh
kepribadian, hubungan kemanusiaan (dalam hal pergaulan, intelektual moral,
terutama bagaimana berperilaku), proses berpikir dalam hal menghadapi dan
memecahkan masalah, dalam hal pengambilan keputusan, kesehatan (semangat, sikap
tenang, antusias dll).
Mengimplementasikan
peran dan tugas guru tersebut dalam KTSP dalam kelas akan ditemukan hambatan –
hambatan, salah satunya yang sering kali terjadi datangnya dari siswa seperti
mengganggu temannya yang sedang belajar, hal ini terjadi karena kekurang
sandaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota kelas.
Oleh karena itu, sebaiknya guru membuat perjanjian dengan siswa mengenai
peraturan dan prosedur dalam kelas pada awal tahun secara bersama – sama.
Menurut
Emmer, Evertson, dan Worsharn (2003) mengatakan bahwa aturan-aturan dan
prosedur berbeda-beda di setiap kelas tetapi yang pasti di semua kelas aturan –
aturan dan prosedur dikelola secara efektif, karena tidak mungkin bagi seorang
guru atau bagi siswa dalam melakukan instruksi agar dapat bekerja secara
produktif jika mereka tidak mempunyai pedoman dan prosedur tidak yang efisien
dan tidak adanya rutinitas untuk aspek umum dalam kelas dapat menghambat poses
pembelajaran dan menyebabkan perhatian siswa serta minatnya memudar. Oleh
karena itu, sangat penting menegakkan peraturan dan prosedur dalam kelas
seperti yang disebutkan dihampir setiap diskusi tentang pengelolaan kelas yang
efektif. Tahapan – tahapan yang dapat dilakukan dalam membuat peraturan dan
prosedur dalam kelas adalah:
–
Guru harus mempertimbangkan desain fisik ruang kelas sebelum siswa datang ke
kelas.
–
Membuat aturan dan prosedur dalam kelas bersama – sama dengan siswa.
–
Berinteraksi dengan siswa Tentang Kelas Aturan dan Prosedur.
–
Mereview secara berkala Aturan dan Prosedur.
–
Membuat rapat kelas yang dapat berguna dalam menyusun desain dan pemeliharaan
peraturan dan prosedur.
C.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
KESIMPULAN
Menyikapi
peluang dan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
sekarang dan mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya. Oleh karena itu, kondisi kesejahteraan guru harus
dipenuhi agar guru terdorong untuk banyak memberi perhatian kepada anak
didiknya dan lebih mempersiapkan diri dalam proses pembelajaran sehingga
kondisi proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien. Guru merupakan
faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan kurikulum dan
implementasinya dalam pembelajaran.
Dalam
implementasi kurikulum yang baik adalah guru harus mengajarkan siswa tentang
cara belajar, cara mengingat, cara berpikir dan cara memotivasi diri sendiri.
Proses pembelajaran berbasis kompetensi adalah proses pendeteksian kemampuan
dasar siswa untuk memudahkan terciptanya suatu tujuan secara teoritis dan
praktis. Jadi, seorang guru harus dapat menciptakan dan menumbuhkan kegiatan
siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan
menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki
sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan
didaktis secara bersamaan.
2.
SARAN
Untuk
meningkatkan keprofesionalan guru, maka guru harus memahami peran dan tugasnya
sebagai seorang guru yaitu sebagai sumber belajar, pendidik, pembelajar,
pembimbing, pelatih, penasehat, agen pembaharu (innovator) serta sebagai model
dan teladan.
1. Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam
KamusInggris Indonesia, .profession berarti
pekerjaan. Arifin dalam bukuKapita Selekta
Pendidikan mengemukakan bahwa profession mengandungarti yang sama dengan
kata occupation atau pekerjaan yang memerlukankeahlian yang diperoleh
melalui pendidikan atau latihan khusus.2Dalam buku yang ditulis oleh
Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi
yangartinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh
seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu
yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau
jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Menurut Martinis Yamin profesi
mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian,
kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.4 Jasin
Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah
suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan
prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang
berorientasi pada pelayanan yang ahli.. Pengertian
profesi ini tersirat makna bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan
teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada
pelayanan yang ahli Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa profesi adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi
intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses
pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kusnandar mengemukakan profesi
guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran,
dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi
kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai
pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam
pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara
efektif dan efisien serta berhasil guna Adapun mengenai kata .Profesional., Uzer Usman
memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional
memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan
kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata profesional. itu sendiri berasal dari kata sifat yang berarti
pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian
seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dengan bertitik tolak
pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.
H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan
pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki
kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional
menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.
Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan
terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan
pelatihan. Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu
pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu
yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan
khusus.9 Profesionalisme
guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan
kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan
pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran.
Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang
yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di
bidangnya. Sedangkan
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah
menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat
ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan,
profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan
tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan
profesional. Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah
profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah
berpengalaman dalam mengajar Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru Fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki
kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah
menjadi sumber mata pencaharian.
2. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering
melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui
seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan
dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam
pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling
tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian
guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan ini mestinya
berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain
yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan
kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh
guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara
lain:
- mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
- menunggu peserta didik berperilaku negatif,
- menggunakan destruktif discipline,
- mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan
individu) peserta didik,
- merasa diri paling pandai di kelasnya,
- tidak adil (diskriminatif), serta
- memaksakan hak peserta didik (Mulyasa,
2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan
tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi.
Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
- kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik,
- kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik,
- kompetensi profesional adalah kamampuan
penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
- kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta
didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai
suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif
berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari
oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap
stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak
menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek
sikap (Azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan oleh factor ekspernal lainnya. Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah) dan orang tua. Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi. Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan oleh factor ekspernal lainnya. Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah) dan orang tua. Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie 2005:62). Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi. Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
- kasih sayang,
- penghargaan,
- pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
- kepercayaan,
- kerjasama,
- saling berbagi,
- saling memotivasi,
- saling mendengarkan,
- saling berinteraksi secara positif,
- saling menanamkan nilai-nilai moral,
- saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
- saling menularkan antusiasme,
- saling menggali potensi diri,
- saling mengajari dengan kerendahan hati,
- saling menginsiprasi,
- saling menghormati perbedaan.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan
karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada
masyarakat dan negaranya.
3. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional
Dalam pembahasan profesionalisme
guru ini, selain membahas mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih
dahulu penulis akan menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya
harus memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa,
Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai
berikut:
a. Kompetensi Pedagogik.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b. Kompetensi Kepribadian.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c. Kompetensi Profesioanal.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan
d. Kompetensi Sosial.
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28
ayat (3) butir d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi social
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar. Alisuf
Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang
mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia
memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada
murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel
menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan
product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang
effektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki .personality attributes. dan .teacher
knowledge. yang diperlukan bagi pelaksanaan
kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi
process, ia mampu menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan
belajar-mengajar yang dapat mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product
ia apat mendatangkan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing
muridnya. Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau
ijazah sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah
selain pendidikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman
dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat
diramalkan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang
unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan
profesi keguruan) yang terdiri dari unsur sebagai berikut:
a. Latar belakang pre-service dan in-service
guru.
b. Pengalaman mengajar guru.
c. Penguasaan pengetahuan keguruan.
d. Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam
mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses
Pembelajaran (RPP).
b. Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik)
mengajar di dalam kelas.
c. Kemampuan guru dalam mengelola kelas.
3. Kriteria product (hasil belajar yang dicapai
murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang
diajarkan oleh guru tersebut. Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di
sekolah atau di madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar
guru tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana
guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan,
metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan
mengelola proses belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu
melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan
dialami oleh murid-muridnya. Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis
Yamin, secara konseptual, unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan Johnson mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional,
(b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga
aspek ini dijabarkan menjadi:
a. Kemampuan profesional mencakup:
1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari
bahan yang diajarkannya itu.
2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan.
3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa.
b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawa tugasnya sebagai guru.
c. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:
1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan
tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai
seyogianya dianut oleh seseorang guru.
3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai
panutan dan teladan bagi para siswanya. Ahmad Sabri dalam buku yang ditulis
oleh Yunus Namsa mengemukakan pula bahwa untuk mampu melaksanakan tugas
mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu
terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
a. Menguasai bahan meliputi:
1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum
sekolah;
2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi;
b. Mengelola program belajar mengajar, meliputi :
1) Merumuskan tujuan intsruksional;
2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur
instruksional yang tepat;
3) Melaksanakan program belajar mengajar;
4) Mengenal kemampuan anak didik;
c. Mengelola kelas, meliputi:
1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran;
2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi;
d. Menggunakan media atau sumber, meliputi:
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media;
2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana;
3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar
mengajar;
4) Menggunakan micro teaching untuk unit
program pengenalan lapangan
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan.
f. Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan
penyuluhan:
i. Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan
penyuluhan;
j. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan;
k. Mengenal dan menyelengarakan administrasi sekolah;
l. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran. Dalam lokakarya kurikulum
pendidikan guru yang diselenggarakan oleh Proyek Pengembangan Pendidikan Guru
(P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan dasar seorang calon guru lulusan
sistem multistrata sebagai berikut:
a. Menguasai bahan yakni menguasai bahan bidang studi
dalam kurikulum-kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang
studi.
b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan
tujuan instruksional, mengenal dan bisa memakai metode mengajar, memilih materi
dan prosedur instruksional yang tepat, melaksanakan program belajar dan
mengajar, mengenal kemampuan anak didik, menyesuaikan rencana dengan situasi
kelas, melaksanakan dan merencanakan pengajaran remedial, serta mengevaluasi
hasil belajar.
c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas
dalam rangka CBSA, dan menciptakan iklim belajar yang efektif.
d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan
media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola
laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam
proses belajar mengajar.
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
f. Merencanakan program pengajaran.
g. Mengelola interaksi belajar mengajar.
h. Menguasai macam-macam metode mengajar.
i. Menilai kemampuan prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran.
j. Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah.
k. Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.
l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran.
Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28)
menegaskan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:
a. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memilki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
1) Kompetensi pedagogik;
2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi profesional; dan
4) Kompetensi sosial.
d. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat
keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus
yang diakui dan diperlukan dapat dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji
kelayakan dan kesetaraan.
e. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan
oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Dalam PERMENDIKNAS RI No. 16
Tahun. 2007 (Pasal 1 dan 2) mengenai Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
dijelaskan pula bahwa:
Pasal 1
a. Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
b. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum
memenuhi kualifikasi akademik diploma (D-IV) atau Sarjana (S1) akan diatur
dengan Peraturan Menteri tersendiri.
4. Pengertian dan Kedudukan Kurikulum KTSP
Menurut arti etimologi “Curriculum”
berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olah raga,
yaitu kata “Curere” yang berarti jarak yang harus ditempuh (Subandiyah,
1993: 1). Kurikulum dalam pengertian lama adalah : “Sejumlah mata pelajaran
atau kuliah di sekolah atau perguruan 11 tinggi, yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu ijazah atau tingkatan (degree)” (Nasution, 1998: 7,
Dimyati dan Mudjiono, 1999, Soetjipto dan Kosasi, 1999).Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, BAB I, Pasal 1,
Ayat 19 menegaskan bahwa yang dimakksud kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Beauchamp (1975: 7)
mengatakan bahwa : ”Curriculum is written document which may contain many
ingredient but basically it is a plan for the education of pupil during their
enrollment in a given school”. Sejalan dengan definisi tersebut di atas
Hilda Taba (1962: 11) dalam bukunya : “Curriculum Development, Theory and
Practice: mengartikan kurikulum sebagai : “Plan for Learning; therefore,
what is known about the learning process and the development of individual has
bearing on the shaping a curriculum”. Kurikulum adalah sesuatu yang
direncanakan yang dipergunakan untuk pembelajaran peserta didik. Hass, 1974: 4)
memberikan batasan yang lebih luas : “ Curriculum is defined as “all of the
planned experience that leaners have under the school’s guidance” it includes,
of cours, all school activities and planned school service such as the library,
health care, assemblies, the food service and lunchrooms, and field trips”. Kurikulum
adalah seluruh pengalaman peserta didik yang direncanakan atas bimbingan
langsung sekolah, termasuk sejumlah mata pelajaran, dan segala aktivitas dan
perencanaan sekolah, seperti pelayanan kepustakaan, menjaga kesehatan,
mengadakan pertemuan, menyediakan ruang makan siang serta mengadakan
karyawisata. Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Prinsip-prinsip pengembangan
KTSP adalah:
(a) Berpusat pada potensi perkembangan, kebutuhan dan
kepentingan peserta didik dan lingkungan;
(b) Beragam dan terpadu;
(c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan/teknologi dan seni budaya;
(d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(e) Menyeluruh dan berkesinambungan;
(f) Belajar sepanjang hayat;
(g) Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah.
Dari berbagai rumusan tersebut di atas dapat diperoleh
rumusan pengertian kurikulum, di antaranya:
(1) Kurikulum dapat dipandang sebagai program,
sebagai kegiatan pembelajaran yang dikehendaki dan sebagai pengalaman belajar;
(2) Kurikulum sebagai program meliputi semua peristiwa
di sekolah yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan;
(3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan belajar yang
direncanakan bukan saja mementingkan bahan (what is to be learned) tetapi
juga mementingkan proses bagaimana belajarnya peserta didik;
(4) Kurikulum sebagai pengalaman belajar
meliputi pengalaman peserta didik yang dilakukan setiap hari;
(5) Kurikulum sebagai program yang tidak tertulis yang
perlu direncanakan guru untuk membantu dalam mengimplementasikan program
pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sejarah mencatat sejak tahun 1968 telah terjadi 6 kali
perubahan kurikulum yakni kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,
kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 kurikulum KTSP. Pembaruan
kurikulum dilakukan bukan berarti ganti menteri ganti kurikulum, namun
disebabkan adanya perubahan dalam masyarakat, eksploitasi Ilmu
Pengetahuan/Teknologi, Seni, Budaya dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan
kurikulum (Nasution, 1988: 219, Wachidi, 2006: 1-7). Perubahan Kurikulum
tersebut, merupakan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan. Kurikulum
berubah dikarenakan kurikulum mempunyai “kedudukan sentral” dalam proses
pendidikan (Sukmadinata, 1997: 4, Sumantri, 1988: 24). Di samping itu,
perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ilakukan oleh pemerintah,
dikarenakan adanya perubahan teori pembelajaran yang baru, pendekatan
pembelajaran yang baru dan adanya perubahan paradigm baru dalam manajemen
pendidikan dari sistem sentralistik menuju desentralistik. Dalam dimensi
lembaga, kurikulum berfungsi sebagai rencana tertulis yang dipergunakan sebagai
pedoman lembaga dalam penyelenggaraan pendidikan. Dimensi kelas, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Dimensi masyarakat, kurikulum berfungsi untuk memberikan kritik yang
konstruktif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 20 tahun (2003: 6), Bab II, Pasal 3
mengamanatkan bahwa : “ … Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
5. Peran Guru dalam Mengembangkan Kurikulum KTSP
Perubahan KTSP menuntut para
pelaksana pendidikan untuk memahami, merencanakan, mengembangkan,
mengimplementasikan dan mengevaluasinya dalam proses pendidikan. Para pelaksana
pendidikan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan, antara lain,
kepala sekolah, guru, siswa, orang tua dan karyawan. Guru adalah merupakan
salah satu bahkan satu-satunya yang mempunyai kedudukan sentral dan strategis
dalam merencanakan, pengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi hasil proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kompetensi dalam
mengembangkan kurikulum yang sedang berlaku.Setelah KTSP diberlakukan
diberbagai jenis dan jenjang pendidikan Dasar dan Menengah di seluruh sekolah
di Indonesia, maka seluruh jenis dan jenjang pendidikan tersebut masing-masing
satuan pendidikan wajib merencanakan, mengembangkan, melaksanakannya dan
mengevaluasinya. Kemudian apa peran guru dalam mengembangkan kurikulum KTSP?
Dalam dimensi institusi guru berperan untuk mengembangkan visi, misi institusi,
merumuskan tujuan institusi, menentukan stuktur program, jenis muatan local,
kalender pendidikan, pengembangan diri dan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Dalam dimensi kelas, guru harus mengembangkan silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), media pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran, system
evaluasi yang digunakan. Berkaitan dengan kemampuan guru, tidak semua guru
mampu mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP dalam proses pembelajaran di
dalam kelas. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan (Knowledges), keterampilan
(Skills), Nilai dan sikap (Values/attitudes) yang kurang memadai.
Di samping itu, disebabkan oleh kurangnya kepedulian guru dalam menanggapi
inovasi KTSP secara leluasa dalam mengembangkan dan menerapkan kurikulum dalam
kelas. Oleh karena itu, implementasi KTSP hampir seluruhnya bergantung :
“Kreativitas, kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru” (Sukmadinata, 1997:
2). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa guru-guru pada tingkat pendidikan
Dasar dan Menengah dalam menghadapi inovasi kurikulum baru kurang adanya
kesungguhan, ketekunan, kecakapan dan kurang adanya kreativitas dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Demikian juga adanya suatu hasil
peneltian tingkat kepedulian guru-guru IPS Sekolah Dasar, guru IPS sekolah Menengah
Pertama dan guru IPS Sekolah Menengah Atas di kota Bengkulu masih tergolong
rendah (Wachidi, 2008). Untuk itu, guru dituntut untuk sunguh-sungguh
mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP secara profesional. masing-masing
satuan pendidikan. Begitu penting peran guru dalam pelaksanaan kurikulum
sehingga untuk keberhasilan KTSP itu sendiri maka guru diharapkan untuk
kreatif, inovatif, mandiri dan mampu bekerja sama dengan komponen pembelajaran
yang lain. Peran guru yang optimal akan semakin memperbesar keberhasilan
penerapan KTSP dalam setiap satuan pendidikan dimana guru sebagai pengembang
kurikulum Dalam hal pengembangan kurikulum (KTSP) peran guru juga penting,
yakni dalam hal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Fungsi dari
RPP adalah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih terarah dan
berjalan secara efektif dan efisien. Guru merupakan pengembang kurikulum bagi
kelasnya, yang akan meterjemahkan, menjabarkan, dan mentransformasikan
nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada peserta didik. Di dalam
melakukan kewajibannya guru harus memiliki dan menguasai seperangkat kompetensi
yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab profesinya. Hal ini dikarenakan guru merupakan ujung tombak yang
menentukan tingkat keberhasilan impelentasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Berdasarkan hasil suatu pengamatan, hasil wawancara, dan hasil
dokumentasi, dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan KTSP sudah
baik. Sejumlah guru pernah mendapatkan pelatihan khusus mengenai KTSP yang
diadakan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan menularkan apa yang
di dapat ke teman sejawat. Meskipun ada sejumlah guru yang belum begitu paham
mengenai KTSP. Hal ini dapat dilihat dari silabus dan RPP yang dibuat oleh guru
sudah sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Walaupun ada beberapa bagian yang masih belum sesuai sebagai akibat
kekurantelitian guru. Namun ada beberapa kendala dalam proses penyusunan
silabus dan RPP ini, seperti rasa malas dan kurangnya sarana dan parasana yang
dimiliki oleh sekolah. Rasa malas yang muncul pada diri guru merupakan hal yang
lumrah. Namun kendala tersebut jangan dijadikan kebiasaan. Harus ada moivasi
dari diri sendiri atau orang lain sehingga rasa malas tersebut bisa hilang.
Adanya reward khusus bagi guru yang menyelesaikan silabus dan RPP tepat pada
waktunya, bisa menjadi salah satu jalan keluar yang baik untuk meningkatkan
motivasi guru dalam menyelesaikan silabus dan RPP. Selain itu peran kepala
sekolah atau teman sejawat juga bisa menolong meningkatkan motivasi tersebut.
Kurangnya pemahaman guru bisa diatasi dengan cara guru saling berbagi informasi
dengan guru dari sekolah dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Guru juga bisa mengikuti diklat khusus pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Nasional dan Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Terbatasnya komputer yang dimiliki di ruang
guru bukanlah suatu kendala berarti. Fasilitas tersebut bisa digunakan oleh
seluruh masyarakat sekolah dan bukan dikhususkan untuk peserta didik saja.
Dengan adanya berbagai kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana yang
dimiliki oleh sekolah ini guru menjadi lebih kreatif untuk mengatasinya
sehingga pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar tidak lagi mengalami hambatan.
Untuk mengatasi kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah tidak
berpangku tangan saja. Beberapa sekolah sudah berusaha untuk mengatasai kendala
tersebut dengan cara mengajukan beberapa proposal untuk mendapatkan sejumlah
dana untuk melengkapi kekurangan sarana dan prasarana yang dimiliki. Namun
kurangnya kendala ini seharusnya dapat menimbulkan kreativitas guru. Guru
dituntut untuk kreatif agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung
walaupun tidak ada fasilitas yang dimiliki. Sebagai contoh apabila peserta
didik tidak memperoleh referensi mengenai tugas sekolahnya di perpustakaan.
Peserta didik dapat mencari referensi lain dari internet yang bisa diakses
gratis oleh peserta didik di ruang komputer. Selain itu pemberian tugas
tersruktur dan tidak tersruktur yang dirasa masih membingungkan sejumlah guru.
Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman
materi pembelajaran oleh peserta didik yang didesain oleh pendidik untuk
menunjang pencapaian tingkat kompetensi dan atau kemampuan lainnya pada
kegiatan tatap muka. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh
pendidik. Penugasan terstruktur termasuk kegiatan perbaikan, pengayaan, dan
percepatan. Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur adalah kegiatan pembelajaran
yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang didesain
oleh pendidik untuk menunjang pencapaian tingkat kompetensi mata pelajaran atau
lintas mata pelajaran atau kemampuan lainnya yang waktu penyelesaiannya diatur
sendiri oleh peserta didik. Guru bisa mengakses internet untuk mencari
informasi mengenai tugas terstruktur dan tugas tidak terstruktur. Di dalam
internet biasanya ada suatu website khusus untuk saling berbagi informasi
mengenai pendidikan dari banyak guru dari berbagai pelosok di Indonesia. Kita
bisa dapat mengambil sedikit apa yang kita butuhkan kemudian disesuaikan dengan
keadaan di sekolah.
No comments:
Post a Comment